REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, pemerintah saat ini tengah mencari sejumlah opsi yang tepat untuk mengatasi masalah defisit keuangan BPJS Kesehatan. Menurut dia, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga tengah mencari sistem pendanaan yang tepat untuk BPJS.
Pemerintah sebelumnya telah memberikan suntikan dana sebesar Rp 4,9 triliun guna menutup masalah defisit keuangan lembaga ini. Namun, BPJS Kesehatan masih memiliki defisit sebesar Rp 10,98 triliun.
"Paling tidak sudah kita putuskan semester pertama sudah disuntik Rp 4,9 T sudah. Yang kedua nanti kita akan mencari opsi-opsi, Menkeu juga baru melihat pendanaan yang bisa digunakan untuk BPJS," kata Presiden usai meresmikan pembukaan Muktamar Ikatan Dokter Indonesia ke-30 di Samarinda, Kamis (25/10).
Baca juga, BPJS Defisit, Menkes Minta Warga Jaga Kesehatan.
Salah satu opsi yang disiapkan yakni melakukan efisiensi di BPJS Kesehatan serta dilakukannya penagihan terhadap iuran peserta non penerima bantuan iuran (non-PBI). Sebab, menurut Presiden, defisit keuangan BPJS berasal dari iuran non-PBI yang hingga kini belum tertagih.
"Yang masih tekor ini yang non PBI dan PNS/TNI Polri tadi. Ini penagihan ini harusnya digencarkan ini. Disini ada penagihan yang belum tertagih yang iuran itu. Ya di situ," ujar dia.
Sedangkan, untuk penerimaan keuangan dari iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) disebutnya tak mengalami defisit. Ia pun berjanji pemerintah akan segera memutuskan opsi yang tepat untuk mengatasi masalah keuangan BPJS.
"Karena untuk urusan Penerima Bantuan Iuran (PBI) itu sebenarnya tidak defisit, seingat saya masih sisa Rp 3-4 T. Yang untuk PNS dan TNI/Polri itu juga sisa mungkin 1 T lebih sedikit," tambah Jokowi.
Meskipun keuangan BPJS Kesehatan mengalami masalah, namun Presiden menegaskan agar BPJS dapat memberikan layanan terbaiknya kepada masyarakat.
"Yang paling penting selalu pesan kepada BPJS jangan sampai pelayanan kepada masyarakat itu turun, itu saja," tutup dia.