REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemangku kepentingan di Sumatra Barat, termasuk Pemda, kepolisian, TNI, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), mulai melakukan pemetaan risiko konflik menjelang pemilihan umum (pemilu) 2019. Wakil Gubernur Sumatra Barat Nasrul Abit menyebutkan bahwa masing-masing pemangku kepentingan sudah berbagi tugas sesuai tupoksi masing-masing, mengenai upaya apa saja untuk menekan risiko konflik ini.
"Jadi tadi sudah dipetakan potensi konflik apa saja, dan sudah diantisipasi dari sekarang. Karena sudah jelas tanggung jawab masing-masing instansi, kita jalani sebaik-baiknya," jelas Nasrul usai memimpin rapat koordinasi pengamanan Pemilu 2019 di Mapolda Sumbar, Rabu (24/10).
Berdasarkan paparan Bawaslu Sumbar, lanjut Nasrul, sejumlah daerah yang disebut memiliki tingkat kerawanan konflik yang cukup tinggi adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kota Payakumbuh. Bahkan Sumatra Barat sendiri masuk dalam 3 besar provinsi di Indonesia dengan kerawanan konflik tertinggi. Penilaian ini melihat potensi konflik pemilu, termasuk antarpartai politik dan antarcalon legislatif.
"Meski begitu, kami bertanya-tanya itu dari mana? Toh sampai hari ini Sumbar aman nyaman. Data ini dipertanyakan," ujar Nasrul.
Nasrul juga menjamin seluruh laporan kecurangan Pemilu akan ditindak oleh Bawaslu. Ia juga mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) agar tidak terlibat kampanye dan politik praktis.
Kapolda Sumbar Irjen Pol Fakhrizal menambahkan bahwa pihaknya menerima masukan dari Bawaslu mengenai pemetaan tingkat kerawanan potensi konflik pemilu 2019. Pemetaan ini dibagi ke dalam beberapa tahap: pendataan jumlah pemilih, kampanye, pemilihan, hingga pelantikan presiden dan wakilnya.
"Kami sudah petakan bertahap," jelas Fakhrizal.