Selasa 23 Oct 2018 15:11 WIB

Warga Datangi Ombudsman RI Soal Pengosongan Rumah Dinas

Korem dianggap telah melanggar aturan karena melakukan pengosongan secara paksa.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
 Komando Resort Militer (Korem) 072 Pamungkas Yogyakarta  melakukan eksekusi pengosongan rumah dinas TNI di Kampung Pathuk, RT 28 /  RW 05, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Ada tiga rumah yang dieksekusi oleh  Korem 072 Pamungkas, Selasa (16/10).
Foto: Republika/Silvy Dian Setiawan..
Komando Resort Militer (Korem) 072 Pamungkas Yogyakarta melakukan eksekusi pengosongan rumah dinas TNI di Kampung Pathuk, RT 28 / RW 05, Ngampilan, Kota Yogyakarta. Ada tiga rumah yang dieksekusi oleh Korem 072 Pamungkas, Selasa (16/10).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Warga Blok Pathuk, Dipoyudan, Ngampilan, Yogyakarta mendatangi kantor Ombudsman RI Perwakilan DIY terkait dengan pengosongan rumah dinas yang dilakukan oleh Komando Resort Militer (Korem) 072 Pamungkas Yogyakarta, Selasa (16/10) lalu. Mereka meminta bantuan kepada Ombudsman untuk menyelesaikan masalah tersebut, dimana Korem dianggap telah melanggar aturan karena melakukan pengosongan secara paksa. 

Salah satu warga, Nilawati Agus Setianingrum (50) mengatakan, Korem tidak bisa mengosongkan rumah dinas tersebut. Sebab, warga memiliki surat kekancingan dari pihak Keraton.

Surat kekancingan tersebut sudah diperoleh oleh warga sejak tahun 2000. Namun, formatnya masih dalam Bahasa Jawa. Sementara, pada 2007 surat tersebut diperbarui dengan format berbahasa Indonesia.

Ia pun mengatakan, surat tersebut tidak berbatas waktu. Artinya, pemanfaatannya telah diserahkan kepada warga, kecuali ada perintah dari Sultan untuk mengosongkan kawasan tersebut.  

"Masing-masing rumah memegang surat kekancingan by name by address. Sudah terdaftar juga di BPN (Badan Pertanahan Nasional). Sudah diukur juga," kata Nilawati di ORI Perwakilan DIY, Senin (22/10). 

Pihak Korem beberapa kali telah mengeluarkan surat peringatan (SP) kepada warga untuk segera mengosongkan 30 rumah dari 40 rumah dinas yang dinilai bermasalah. SP sendiri telah dikeluarkan sebanyak empat kali sejak Februari 2018 lalu. 

Walaupun begitu, karena warga merasa masih memiliki hak untuk menempati kawasan tersebut dengan berpegang pada surat kekancingan yang ada, warga pun tidak menginginkan untuk pindah.  Bahkan, warga pun telah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta terkait hal tersebut. 

"SP 1 isinya kami harus mengosongkan rumah dalam waktu tiga bulan tanpa fasilitas apapun. SP 2 muncul Agustus tanggal 21 dan kami harus mengosongkan rumah tanggal 21 September. 14 September terbit SP 3. SP 4 keluar berselang empat hari setelah SP 3," lanjutnya. 

Diberitakan sebelumnya, Korem 072 Pamungkas Yogyakarta melakukan eksekusi pengosongan rumah dinas TNI di Blok Pathuk, RT 28 / RW 05, Ngampilan, Kota Yogyakarta beberapa waktu lalu. Ada tiga rumah yang dieksekusi oleh Korem 072 Pamungkas, Selasa (16/10) kemarin. 

Komandan Korem (Danrem) 072 Pamungkas Yogyakarta Brigjen TNI Mohammad Zamroni mengungkapkan, eksekusi pengosongan rumah dinas tersebut dilakukan guna mengembalikan aset negara sesuai dengan peruntukannya yaitu sebagai rumah dinas TNI. Di kawasan itu sendiri, terdapat 40 rumah yang berdiri, namun pemanfaatan 30 rumah tidak sesuai dengan peruntukannya. 

Ia menuturkan, 30 rumah dinas tersebut ditempati oleh warga yang tidak lagi memiliki hubungan dinas ketentaraan yang artinya bukan berasal dari tentara aktif, purnawirawan ataupun warakawuri. Sementara, 10 rumah yng ditempati masih berhak untuk menempati rumah dinas tersebut. 

Sementara itu, warga yang dieksekusi pun merasa terganggu. Untuk itu, melalui kuasa hukumnya, warga melakukan upaya hukum dengan melaporkan tindak pidana kepada Detasemen Polisi Militer (Denpom).

Kuasa hukum warga Blok Pathuk, Kuswandi mengungkapkan, eksekusi pengosongan rumah dinas yang dilakukan merupakan bentuk penyekapan terhadap warga dan juga membawa barang warga dengan paksa. Warga tidak diperbolehkan keluar rumah dari jam 05.00 WIB hingga 09.00 WIB. Bahkan, warga yang berada di luar komplek pun tidak diperbolehkan masuk. 

Kuswandi juga mengatakan, warga tidak akan pindah. Warga akan menunggu hingga adanya keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa mereka tidak berhak menempati rumah dinas di wilayah tersebut.  "Kita buktikan di pengadilan bagaimana keputusannya," katanya. 

Tanah tersebut, lanjutnya, memang merupakan tanah milik Sultan atau Sultan ground. Namun, warga memiliki surat kekancingan untuk dapat menempati kawasan tersebut. Bahkan, pihak keraton, lanjutnya, juga telah mempersilahkan antara pihak Korem dan warga untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. 

"Pihak keraton juga jelas mengatakan, silahkan TNI dan warga agar permasalahan ini diselesaikan dengan arif dan bijaksana. Oleh karena itu kami bertahan," lanjutnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement