Selasa 23 Oct 2018 07:39 WIB

Muhammadiyah Majukan Indonesia

Paham Islam progresif menjadi daya tarik Sukarno bergabung ke Muhammadiyah.

KH Haedar Nashir (Ilustrasi)
Foto: Republika/Da'an Yahya
KH Haedar Nashir (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah

Indonesia diperjuangkan dan dibangun oleh seluruh kekuatan nasional sejak zaman perjuangan kemerdekaan sampai setelah merdeka tahun 1945. Sesuai posisi dan perannya, semua komponen nasional begerak memperjuangkan Indonesia bebas dari penjajahan.

Setelah itu, mereka membangun negara dan bangsa secara bersama-sama. Tidak ada pihak paling berjasa, semuanya memainkan peran konstruktif.

Pada setiap periode rezim kekuasaan, ketika berdiri dalam posisi kritis terhadap pemerintah pun, sebenarnya merupakan bagian dari kiprah kebangsaan agar negara dan bangsa Indonesia tetap lurus di jalan perjuangannya.

Muhammadiyah merupakan bagian tak terpisahkan dari kekuatan nasional yang sejak berdirinya pada 1912, terlibat aktif dalam perjuangan politik kebangsaan serta membangun bangsa melalui gerakan dakwah berorientasi pembaruan.

Peran kebangsaan

Muhammadiyah sebagai kekuatan nasional telah berjuang dalam pergerakan kemerdekaan dan melalui para tokohnya terlibat aktif mendirikan Negara Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pengabdian Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara berlanjut.

Inilah bukti, Muhammadiyah ikut 'berkeringat' memajukan kehidupan bangsa. Para tokoh Muhammadiyah sangat besar perannya. Kiai Ahmad Dahlan dan Nyai Walidah Dahlan bergerak mencerdaskan dan memajukan bangsa hingga diangkat sebagai pahlawan nasional.

Srikandi Aisyiyah, Hayyinah, dan Munjiyah menjadi pelopor pergerakan perempuan atas lahirnya Konges Perempuan Pertama pada 1928. Kiai Mas Mansur menjadi tokoh empat serangkai bersama Sukarno, Mohammad Hatta, dan Ki Hadjar Dewantara dalam persiapan kemerdekaan Indonesia.

Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945, sebagai konstitusi dasar sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara.

Dalam perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, kontribusi Muhammadiyah terbesar melalui Soedirman adalah perang gerilya yang kemudian melahirkan serta menjadi Bapak Tentara Nasional Indonesia, yang tiada duanya.

Gerakan cinta Tanah Air ini bermodalkan spirit Hizbul Wathan atau Kepanduan Tanah Air yang dirintis tahun 1918, waktu Soedirman menjadi pandu utamanya.

Bersamaan dengan perang gerilya, dalam mempertahankan Indonesia dari serbuan kembali Belanda di DIY dan Jawa Tengah, para tokoh Muhammadiyah menggerakkan aksi Angkatan Perang Sabil (APS), sebuah perlawanan umat Islam yang luar biasa militan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement