REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden pembakaran bendera berlafaz 'La ilaha illa Allah' di peringatan Hari Santri menjadi perdebatan di masyarakat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau insiden ini tidak perlu dibesar-besarkan.
"Tidak perlu dijadikan polemik karena hal tersebut dapat menimbulkan kesalahpahaman dan memicu gesekan," kata Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid Sa'adi dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (22/10).
Menurut Zainut Tauhid, Ketua Umum GP Ansor telah memberikan penjelasan alasan pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat tauhid oleh anggotanya. Menurutnya pembakaran ini semata untuk menghormati dan menjaga agar tidak terinjak-injak atau terbuang di tempat yang tidak semestinya.
"Hal tersebut disamakan dengan perlakuan kita ketika menemukan potongan sobekan mushaf Alquran yang dianjurkan untuk dibakar jika kita tidak dapat menjaga atau menyimpannya dengan baik," terangnya.
Jadi menurut Zainut Tauhid hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan, apalagi ditanggapi secara emosional dengan menggunakan kata-kata yang kasar seperti melaknat, mengatakan biadab dan menuduh seperti PKI. Karena hal tersebut dapat menimbulkan ketersinggungan kelompok yang dapat memicu konflik interen umat beragama.
"MUI meminta kepada semua pihak untuk dapat menahan diri, tidak terpancing dan terprovokasi oleh pihak2 yang ingin mengadu domba dan memecah-belah bangsa Indonesia," ujar Zainut Tauhid.
Ramainya perdebatan soal pembakaran bendera ini ditengarai MUI dimanfaatkan kelompok tertentu. Menurut Zainut mereka ingin Indonesia pecah dan umat Islam tercerai berai. Mengantisipasi hal tersebut, umat Islam diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan tetap menjaga persaudaraan, agar terhindar dari finah dan perpecahan.