Jumat 19 Oct 2018 13:30 WIB

KPK Geledah Rumah James Riady

Ada kode 'Babe' yang kami temukan yang diduga itu mengarah pada salah satu pihak

Penyidik KPK melakukan penggeledahan barang bukti kasus operasi tangkap tangan dugaan suap perizinan proyek pembangunanan Meikarta di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (17/10/2018).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Penyidik KPK melakukan penggeledahan barang bukti kasus operasi tangkap tangan dugaan suap perizinan proyek pembangunanan Meikarta di Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (17/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah CEO Lippo Group James Riady. Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Penggeledahan kediaman James Riady, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, merupakan kelanjutan dari penggeledahan di sejumlah lokasi sejak Rabu (17/10) siang sampai Kamis (18/10) tengah malam. "Penyidik melanjutkan kegiatan tersebut ke lima tempat lain hingga pagi ini, termasuk rumah James Riady," kata Febri di Jakarta, kemarin.

Lokasi lain yang digeledah kemarin adalah apartemen Trivium Terrace Lippo Cikarang, kantor Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, dan kantor Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Bekasi.

Selain itu, dilakukan penggeledahan di Hotel Antero, Cikarang, terkait PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Selain itu, dilakukan juga penggeledahan di kantor Lippo Cikarang di Bekasi. Hingga kemarin sore, KPK telah menggeledah 12 lokasi berbeda terkait kasus tersebut, termasuk kantor Bupati Bekasi.

Gedung-gedung dan kantor-kantor tersebut seluruhnya terkait dengan tersangka yang ditetapkan KPK terkait kasus dugaan suap perizinan Meikarta. Kasus yang diselidiki KPK sejak akhir tahun lalu itu ditingkatkan statusnya ke penyidikan melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Ahad (14/10).

Di antara yang dijadikan tersangka kasus itu adalah Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Selain dua orang tersebut, KPK menetapkan sejumlah tersangka lainnya dari pihak konsultan Lippo Group dan Pemkab Bekasi. Mereka disebut terlibat dalam pemberian suap terkait perizinan proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, dengan commitment fee sebesar Rp 13 miliar.

Meikarta dimiliki Lippo Group yang merupakan kerja sama dua anak perusahaannya, yakni PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Proyek senilai Rp 278 triliun itu adalah milik PT Mahkota Sentosa Utama yang sepenuhnya merupakan anak usaha dari PT LPCK. Adapun PT LPKR menguasai saham PT LPCK mencapai 54 persen.

Menurut Febri, dari penggeledahan itu, disita dokumen terkait perizinan oleh Lippo ke Pemerintah Kabupaten Bekasi, catatan keuangan, dan barang bukti elektronik, seperti komputer dan lainnya.

Bersamaan dengan lansiran soal lokasi pengeledahan terbaru, pihak KPK juga menyatakan menemukan satu kode baru dalam kasus suap perizinan proyek Meikarta. "Kami mengidentifikasi satu kode lainnya. Ada kode 'Babe' yang kami temukan yang diduga itu mengarah pada salah satu pihak yang kami indikasikan adalah salah satu pihak pemberi dalam kasus suap ini. Tentu saja swasta," ujar Febri.

James Riady adalah putra dari Mochtar Riady, pendiri Lippo Group. Menurut majalah Forbes, kekayaan James Riady beserta keluarga ditaksir senilai 1,87 miliar dolar AS dan masuk dalam jajaran 10 orang terkaya di Indonesia pada 2016.

Terkait nama besar James tersebut, KPK meminta berbagai pihak agar tak menghambat penanganan perkara dugaan suap pengurusan izin proyek pemba ngunan Meikarta. Febri Diansyah juga mengatakan, urusan antara pihak ketiga atau para konsumen dengan perusahaan pengembang Meikarta di luar kewenangan KPK.

KPK belum memerinci peran James Riady dalam kasus ini. Rencana pemeriksaan James juga belum dijadwalkan. Kendati demikian, saat polemik perizinan Meikarta mengemuka tahun lalu, nama James sempat disebut-sebut Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan.

Luhut menyebut nama James dalam acara penutupan atap dua menara apartemen dalam kompleks hunian Meikarta. Pernyataan Luhut tersebut sehubungan kekhawatiran sebagian pihak, termasuk Pemprov Jawa Barat, soal pihak pengembang yang telah melakukan iklan dan penjualan kendati perizinan belum dilengkapi. "Saya tanya Pak James mengenai semua masalah perizinan dan kepemilikan tanah. Semua tidak ada masalah," kata Luhut dalam acara pada 29 Oktober 2017.

Dalam perkara ini, KPK menduga suap diberikan untuk mengurus banyak perizinan. Di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampah, hingga lahan makam yang diberikan melalui sejumlah SKPD di Pemkab Bekasi.

KPK menduga pemberian suap itu terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/ tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Pihak KPK sebelumnya membuka kemungkinan menjerat korporasi pengembang Meikarta. Terkait hal itu, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, unsur untuk memidanakan Meikarta sebagai korporasi sudah terpenuhi.

Bila melihat konstruksi perkara suap Meikarta, papar Zaenur, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro memberikan suap bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan korporasi. Karena itu, KPK harus fokus pada kecukupan alat bukti untuk memidanakan Meikarta.

Misalnya, mulai dari bukti transaksi suap, saksi, hingga tersangkanya sendiri. "Kalau tanya ke saya, ya seharusnya iya (dikenakan pidana korporasi). Menurut saya, seharusnya tak hanya para pengurus korporasinya, yaitu pegawai dan konsultannya, tapi juga korporasinya," kata Zaenur.

Di pihak lain, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang merupakan anak perusahaan Lippo Group sebagai pelaksana proyek Meikarta menyatakan bakal melakukan investigasi internal. Denny Indrayana selaku mitra senior firma kuasa hukum PT MSU mengatakan, jika memang ada penyimpangan atas prinsip antikorupsi yang menjadi kebijakan perusahaan, PT MSU tidak akan menoleransi. "Kami tidak akan segan-segan untuk memberikan sanksi," kata dia. Dian Fath Risalah, Umar Mukhtar n ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement