REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Gembong Warsono menilai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak manusiawi jika melegalkan kembali becak di DKI Jakarta. Sebab, becak termasuk merupakan alat transportasi yang menggunakan tenaga manusia.
"Jangan sampai keberpihakan seolah-olah berpihak kepada pengayuh becak. Tapi notabene yang sebenarnya pemerasan terhadap tukang becak. Hari gini, di Jakarta masih menggunakan alat transportasi manusia, ini kan sudah luar biasa. sangat tidak manusiawi," jelas Gembong pada konferensi pers Setahun Kinerja Gubernur Anies Baswedan di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (15/10).
Gembong menyarankan kepada Pemprov DKI Jakarta, khususnya kepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan untuk melakukan lokalisasi pengayuh becak di berbagai tempat wisata di wilayah DKI Jakarta. Hal itu disarankan untuk dilakukan bila memang Pemprov akan berupaya untuk melegalisasi melalui revisi Peraturan Daerah (Perda) Ketertiban Umum (Tibum).
Lalu, bila Pemprov telah melakukan lokalisasi di kawasan pariwisata, maka para pengayuh becak pun harus diberikan upah sesuai dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP itu, kata dia, bisa diambil atau dianggarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemberian upah setara UMP itu, menurutnya, merupakan sebagai upaya dari Pemprov DKI untuk mensejahterakan kehidupan para pengayuh becak.
"Walaupun ngayuh becak, tapi hidupnya sejahtera. Bayar pake APBD, pakai gaji UMP," jelas Gembong.
Gembong menekankan, DKI JAkarta memiliki anggaran yang cukup untuk pembayaran itu. Sehingga, hal itu disarankannya, agar para pengayuh becak bisa tetap ada, khususnya untuk melayani kawasan wisata seperti di Kota Tua, Jakarta Barat, atau Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di Jakarta Timur.
Namun, jika Pemprov DKI tak mampu membayarkan upah kepada para pengayuh becak, maka pihaknya menyarankan sebaiknya Gubernur Anies Baswedan melakukan pengalih-profesian bagi mereka. Terlebih, Gembong menyarankan Anies bisa mencontoh Walikota Surabaya, Tri Risma Harini yang dinilai berhasil mengalih-profesikan para pebecak.
"Kalau tidak bisa mengakomodir semua, maka bisa dialihprofesikan. Kalau mau alih profesi, silakan Pak Anies belajar ke Ibu Risma Jawa Timur, Surabaya. Wong Suroboyo lebih manusiawi, mosok Jakarta kita mau.. (tidak manusiawi)," jelasnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDI Perjuangan, William Yani mengatakan warga DKI Jakarta di wilayah daerah pemilihan (dapil) 6 Jakarta Timur tak setuju adanya becak yang kembali beroperasi di wilayah DKI Jakarta. Hal itu didapatkannya saat pihaknya melakukan dua kali reses dengan 12 dan 16 titik.
"Kita sudah sudah reses anggaran kedua dan anggaran ketiga. Dari 12 dan 16 titik itu kita sudah ketemu warga, bertanya kepada warga. 'Apakah Anda setuju bahwa becak ada lagi di DKI Jakarta?’ 99 persen tidak setuju. Ini warganya loh," jelas William.
Dia menjelaskan, saat reses, dia telah menanyakan kepada sejumlah sekitar 1600 responden yang merupakan warga DKI Jakarta. Itu terdiri atas masing-masing 100 orang dalam setiap titiknya yang berjumlah 16 titik. Pihaknya juga mengatakan, warga juga tak menginginkan becak beroperasi walaupun di tempat lokalisasi.
Sehingga, dia pun mempertanyakan langkah Pemprov DKI Jakarta yang akan akan melegalisasi becak di wilayah DKI Jakarta, melalui revisi Perda Tibum. Sebab, masyarakat tak setuju bila becak beroperasi lagi.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengajukan surat pengajuan revisi Perda Tibum untuk melegalisasi pebecak di wilayah DKI Jakarta. Pemprov DKI Jakarta menginginkan para pebecak untuk beroperasi lagi, namun dengan pengaturan wilayah operasi.