Jumat 12 Oct 2018 05:08 WIB

DPRD Sarankan Anies Sidak OK-Otrip

DPRD akan panggil operator untuk evaluasi OK-Otrip

Rep: Sri Handayani/ Red: Bilal Ramadhan
Mobil angkutan umum jurusan Kampung Melayu- Duren Sawit  berstiker Ok Otrip di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (2/10).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mobil angkutan umum jurusan Kampung Melayu- Duren Sawit berstiker Ok Otrip di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (2/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kendati diklaim telah berjalan lancar, berbagai masalah masih ditemukan dalam program One Karcis One Trip (OK-Otrip), yang kini berganti nama menjadi Jak-Lingko. Pembayaran gaji yang terlambat, mesin tap yang eror, dan kurangnya tempat pemberhentian (bus stop) dikeluhkan baik oleh pengemudi, koordinator lapangan (korlap), maupun operator.

Anggota Komisi B DPRD DKI Prabowo Soenirman menyarankan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan melakukan sidak sebelum mengklaim uji coba OK-Otrip berjalan lancar. "Saran saya sebaiknya Pak Gubernur terjun langsung ke lapangan dengan cara sidak sehingga dapat melihat serta merasakan langsung kondisi di lapangan," ujar Prabowo saat dihubungi Republika, Kamis (11/10).

Politikus Partai Gerindra ini menyatakan akan melakukan inspeksi mendadak (sidak) untuk mendengar keluh kesah pengguna. Ia juga akan melakukan pemanggilan kepada operator untuk memastikan tidak ada keluhan.

Mengenai mesin tap, Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar memperbarui teknologi yang digunakan. "Harus diperbaiki teknologinya dan ditingkatkan kualitasnya," kata Suhaimi.

Selain itu, Suhaimi mendorong pihak-pihak yang terkait untuk memperkuat koordinasi. Diperlukan mekanisme kontrol yang kuat agar masalah seperti keterlambatan gaji bisa tertangani.

Ia menambahkan, DPRD akan melakukan koordinasi dengan dengan Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta pada Senin (15/10). Rapat itu sebenarnya diselenggarakan terkait pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Priorotas Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Akan ditanyakan pula hal-hal yang terkait dengan penyerapan anggaran, termasuk dalam program Jak-Lingko.

Tanggapan senada juga dinyatakan oleh Anggota Komisi B DPRD DKI Taufik Azhar. Selain teknologi terbaru, mesin tap Jak-Lingko seharusnya dibuat di dalam negeri. "Jadi teknologinya baru, buatan dalam negeri, tapi berstandar SNI," kata Taufik.

Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) yang juga Ketua Umum Koperasi Wahana Kalpika (KWK) itu mengatakan mendukung penuh pelaksanaan program Jak-Lingko. Menurut dia, kebijakan ini memberikan banyak manfaat kepada para pengemudi.

Melalui program Jak-Lingko, pengemudi mendapatkan jam kerja yang manusiawi, yakni antara delapan hingga sembilan jam. Mereka juga digaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) senilai Rp 3,6 juta per bulan.

"Kalau bisa bekerja di luar jam kerja pramudi, bisa menghasilkan lebih banyak lagi," ujar dia.

Jak-Lingko juga dinilai menguntungkan bagi penumpang. Dengan biaya yang lebih murah, penumpang mendapatkan pelayanan yang lebih baik. Pengemudi tidak bisa lagi bekerja sembarangan. Mereka juga tidak harus kebut-kebutan untuk mengejar setoran.

Taufik mengakui massih banyak yang harus diperbaiki dalam program ini. Misalnya, penerapan hari libur bagi pengemudi perlu dipertimbangkan dalam penghitungan gaji.

Pasalnya, saat ini standar gaji Rp 3,6 juta diterapkan untuk 30 hari kerja. Artinya, untuk mendapatkan gaji sesuai UMP, pramudi harus bekerja penuh selama 30 hari dalam sebulan. Hal ini juga berlaku bagi korlap dan operator.

"Kalau tidak kerja ya tidak dibayar. Karena pemilik kendaraan juga tidak dibayar. Operator juga tidak dibayar," ujar dia.

Ia juga mendorong agar Pemprov DKI menambah jumlah pemberhentian bus Jak-Lingko. Pasalnya, dengan sistem ini pramudi tidak boleh mengambil penumpang di luar radius yang ditentukan dari sekitar pemberhentian. Padahal, masih banyak penumpang menunggu di luar halte atau bus stop.

Penentuan lokasi bus stop juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan kantong-kantong penumpang. Selama ini, bus stop hanya mempertimbangkan jarak dari setiap pemberhentian ke pemberhentian selanjutnya.

Masalah kesejahteraan pengemudi angkutan umum yang tergabung dalam OK-OTrip mencuat seiring dengan penggantian nama menjadi Jak-Lingko. Terutama mengenai keterlambatan gaji untuk pengemudi.

"Kendalanya paling kalau di Lestarisurya, pembayaran masih suka telat," kata Managing Director PT Lestarisurya Gemapersada, Dave Nathaniel yang merupakan operator dari Jak-Lingko.

Menurut Dave, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) sering kali terlambat mentransfer gaji ke pihak operator. Keterlambatan memang hanya terjadi dalam beberapa hari, namun, bagi perusahaan dampaknya sangat terasa.

Perusahaannya sering kali harus menalangi biaya operasional terlebih dahulu. Dampak lebih besar dirasakan oleh operator yang berbentuk koperasi. Mereka harus mentransfer pembayaran kepada para pemilik trayek, kemudian pemilik trayek membayarkan ke para pengemudi.

Dave menjelaskan saat ini perusahaannya bertanggung jawab mengelola empat trayek, yakni M53 Pulogadung-Kota, M56 Pulogadung-Bekasi, M08 Tanah Abang-Kota, dan M05 Blok M-Bekasi. Ada 184 unit yang tergabung di dalamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement