Kamis 11 Oct 2018 19:28 WIB

Pengamat: Pernyataan Elite Kubu Prabowo Tunjukkan Kepanikan

Kepanikan terlihat dari pernyataan beberapa elite koalisi tersebut.

Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidin, Jakarta, Kamis (11/10).
Foto: Republika/Prayogi
Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), di Pondok Pesantren Minhaajurrosyidin, Jakarta, Kamis (11/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, Koalisi Prabowo-Sandi terlihat panik dan tidak percaya diri menghadapi kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Menurut dia, hal itu terlihat dari pernyataan beberapa elite koalisi tersebut.

Pernyataan tersebut seperti yang menyebut mereka dikepung karena kekuatan logistik, seperti media, pengambil kebijakan politik, dan aktor bisnis berpihak pada Jokowi-Ma'ruf. “Itu merepresentasikan kepanikan dan juga ekspresi ketidakpercayaan diri di internal tim Prabowo-Sandi," kata Khoirul Umam di Jakarta, Kamis (11/10).

Baca Juga

Kepanikan tersebut tidak selayaknya. Sebab, ia menerangkan, dalam rentang waktu tujuh bulan ke depan, kubu Prabowo-Sandi masih berpeluang memengaruhi pilihan politik publik, termasuk memengaruhi arah politik para stakeholders demokrasi.

Dia menjelaskan, caranya adalah membangun rasionalisasi di tingkat elite dan akar rumput untuk menjelaskan titik lemah kebijakan pemerintah sekarang. Kemudian, memberikan alternatif kebijakan publik yang solutif bagi terbentuknya tata kelola pemerintah yang efektif, responsif, transparan, serta akuntabel. 

"Jika rasionalitas itu terbangun, dukungan elite dan masyarakat di akar rumput akan bergeser secara otomatis mengikuti arah logika dan nalar politik publik yang logis dan terukur," katanya.

Ia juga menyatakan, kuatnya pengutuban kekuatan logistik ke salah satu kubu dipengaruhi dua hal. Pertama, para stakeholders itu bersikap rasional dengan mempertimbangkan potensi untung-rugi dan peluang kemenangan masing-masing kubu.

Kedua, menurut dia, pengutuban itu terjadi karena penantang belum mampu menemukan formula narasi dan argumen politik yang solid dan memadai untuk mendeligitimasi kredibilitas pejawat. "Hal itu ditunjukkan dengan tingginya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintah," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Koalisi Prabowo-Sandi, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengakui Prabowo Subianto dikepung dalam kontestasi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Misalnya, birokrasi seolah-olah diarahkan mendukung Joko Widodo.

Hidayat juga mengakui pemberitaan beberapa media massa condong ke koalisi Jokowi-Ma'ruf. Sebab, para pemilik media-media tersebut berafiliasi ke koalisi tersebut.

Karena itu, menurut dia, independensi pemberitaan media menjadi hal yang dipertaruhkan dalam Pilpres 2019. "Lalu, belum lagi terkait masalah para konglomerat, kalau dulu dalam konteks Pilkada DKI Jakarta ada istilah sembilan naga dan ini semacam itu juga terjadi," ujarnya.

Hidayat juga menilai, Prabowo juga dikepung lembaga survei yang mengeluarkan hasil surveinya. Namun, ia meyakini, kedaulatan memilih ada di tangan rakyat, bukan pada lembaga survei.

Menurut dia, Prabowo sangat memahami bahwa lembaga survei bukan segala-galanya yang bisa mengepung dan kemudian mengambil hati nurani dan kedaulatan rakyat. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement