REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerima sebanyak 1.091 permohonan perlindungan dalam kurun waktu Januari-September 2018. Dari angka tersebut, kasus terbanyak berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran HAM berat.
"Tindak pidana pelanggaran HAM Berat 273 permohonan, tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak 224 permohonan, tindak pidana korupsi 114 permohonan, tindak pidana terorisme 103 permohonan dan tindak pidana perdagangan orang 88 permohonan," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai, Rabu (10/10).
Selanjutnya tindak pidana pencucian uang, 26 permohonan, tindak pidana penyiksaan 15 permohonan, tindak pidana penganiayaan berat empat permohonan serta tindak pidana narkotika satu permohonan. Sisanya berasal dari tindak pidana umum lainnya sebanyak 243 permohonan.
Selama periode yang sama pula, LPSK memberikan layanan perlindungan kepada 2.748 orang terlindung, termasuk di antaranya terlindung yang perlindungannya berlanjut dari tahun sebelumnya.
Dari jumlah tersebut, terlindung terbanyak berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran HAM berat sebanyak 1.540 terlindung, tindak pidana perdagangan orang 294 terlindung dan kekerasan seksual 335 terlindung.
Selanjutnya tindak pidana korupsi 191 terlindung, terorisme 113 terlindung, penyiksaan 25 terlindung dan sisanya sebanyak 250 terlindung dari tindak pidana umum lainnya.
Bentuk perlindungan yang diberikan kepada saksi atau korban yang melapor dapat berupa perlindungan fisik, perlindungan hak prosedural maupun perlakuan khusus dan penghargaan.
Dalam kesempatan tersebut, Semendawai mengatakan sejumlah permohonan perlindungan yang tengah ditindaklanjuti LPSK, misalnya terkait kasus pencabulan mahasiswi di Lampung yang hingga saat ini masih berjalan.