Selasa 09 Oct 2018 18:04 WIB

BNPB Duga 5.000 Orang Tertimbun di Balaroa dan Petobo

Angka tersebut berasal dari laporan dari kepala desa di Balaroa dan Petobo.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ratna Puspita
Warga mencari barang layak pakai sisa runtuhan bangunan di kawasan terdampak likuifaksi di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10). Masyarakat yang terkena musibah mulai berbenah pascagempa bermagnitudo 7,4 disusul gelombang tsunami.
Foto: ANTARA FOTO/Sahrul Manda Tikupadang
Warga mencari barang layak pakai sisa runtuhan bangunan di kawasan terdampak likuifaksi di Balaroa, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (9/10). Masyarakat yang terkena musibah mulai berbenah pascagempa bermagnitudo 7,4 disusul gelombang tsunami.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hingga hari ke-11 penanganan pascabencana, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperkirakan sekitar lima ribu orang masih tertimbun di Kelurahan Petobo dan Balaroa yang hilang. Dua kelurahan dilanda likuifaksi atau pencairan tanah sehingga rumah-rumah yang amblas ke dalam lumpur.

“Di Petobo dan Balaroa ada sekitar lima 5.000 belum ditemukan. Angka ini masih dugaan dan belum pasti,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Kantor Pusat BNPB, Jakarta Timur, Selasa (9/10) sore.

Ia mengatakan, angka tersebut berasal dari laporan dari kepala desa di Balaroa dan Petobo. Kendati demikian, BNPB masih perlu melakukan verifikais data dan konfirmasi data korban untuk menentukan angka yang valid. 

photo
Foto udara pada Senin (8/10) memperlihatkan wilayah Petobo, Palu, Sulawesi Tengah yang mengalami likuivaksi (tanah bergerak) saat terjadinya gempa bumi dan tsunami pada 28 Oktober lalu. (Republika/Darmawan)

Sutopo mengakui, sangat sulit bagi tim di lapangan untuk mendapatkan angka yang pasti. Sebab, kerusakan yang ditimbulkan sangat parah. 

Rumah-rumah warga tertimbun lumpur yang mengering sedalam tiga meter. Sedangkan bangunan rumah yang menumpuk dan terangkat ketinggiannya mencapai dua meter. 

Itu semua disebabkan proses likuifaksi di mana tanah berubah menjadi lumpur pascagempa. Alhasil, bangunan di atasnya terseret bahkan ambles.

“Sejauh mata memandang tanah itu rata. Padahal di dalamnya ada rumah-rumah yang tertimbun. Kami terus bekerja untuk proses evakuasi,” kata Sutopo.

photo
Sebuah mobil tertimbun lumpur akibat pencairan (likuifaksi) tanah yang terjadi di Desa Jono Oge, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (4/10). (Antara)

Mengutip data BNPB, luas area likuefaksi di wilayah Balaroa mencapai 47,8 hektare (ha). Di luasan wilayah itu, BNPB memperkirakan ada 1.471 unit bangunan rusak. Sejauh ini lima unit alat berat dikerahkan untuk membantu evakuasi. 

Di Petobo, luas area terdampak sekitar 180 ha dengan sedikitnya 2.050 unit bangunan rusak. Tim mengerahkan tujuh unit alat berat untuk mencari korban.  

Selain di Balaroa dan Petobo, Desa Jono Oge di Kabupaten Sigi juga mengalami likuifaksi. Sutopo mengatakan luas area yang mengalami likuefaksi mencapai 202 ha. Namun, hingga saat ini alat berat tidak bisa maksimal digunakan karena lumpur yang masih basah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement