Senin 08 Oct 2018 07:19 WIB

Anak-Anak Korban Gempa Pun Rindu Sekolah

Pemulihan sekolah di Palu dan sekitarnya butuh waktu dua bulan.

Beberapa anak tengah asyik menggambar di dalam kelas darurat yang didirikan Kemendikbud. Kelas darurat didirikan di camp pengungsian Petobo, Kota Palu.
Foto: Republika/Gumanti Awaliyah
Beberapa anak tengah asyik menggambar di dalam kelas darurat yang didirikan Kemendikbud. Kelas darurat didirikan di camp pengungsian Petobo, Kota Palu.

REPUBLIKA.CO.ID Oleh: Fauziah Mursid, Gumanti Awaliyah

SIGI – Lebih sepekan setelah gempa besar dan tsunami melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9), para murid sekolah di wilayah itu mulai mengkhawatirkan kelanjutan kegiatan belajar mereka. Sejauh ini, kegiatan pendidikan di Sigi, Donggala, dan Palu masih belum berjalan.

"Saya kelas XII, sebentar lagi UN, tidak tahu bagaimana nanti kabarnya. Saya ingin segera sekolah, tapi sekolah rusak," kata Bagus Satrio (17 tahun), Ahad (7/10). 

Ia merupakan warga Desa Jono Oge, Sigi. Di desa itu, banyak rumah warga tenggelam ditelan bumi ditimpa tanah dari ladang jagung.

"Rumah saya tidak di sana (menunjuk desa yang tenggelam), tapi di sana rumah teman-teman saya, entah bagaimana nasibnya," ujar Bagus sambil duduk di tepian jembatan Desa Jono Oge yang sudah terputus. 

Ia bercerita, guncangan gempa memang terasa kuat sekali di wilayah Sigi Biromaru. Rumahnya rusak, jalanan menuju Sigi juga rusak tidak beraturan.

Kesedihannya pun bertambah tatkala siswa kelas XII sekolah menengah atas di daerah Sigi itu mendengar sekolahnya rusak. Meski tidak luluh lantak seperti daerah lain, kegiatan belajar-mengajar akan terhenti sementara karena bencana gempa.

Sama halnya dengan Bagus, Muthia, bocah kelas II SD di daerah Sigi, juga terpaksa menghentikan sementara kegiatan sekolahnya. Ia ikut mengungsi bersama kedua orang tuanya yang keluar meninggalkan Palu menuju Makassar.

Ayahnya, Mardani, mengatakan, rumahnya di Kabupaten Sigi termasuk yang rusak parah karena gempa. Kepergiannya ke Makassar selain untuk mengungsi juga untuk keperluan pengobatan. "Rumah rusak, sekolah anak-anak juga rusak, kita ke Makassar ke rumah kerabat sampai normal lagi," ujar Mardani.

Muthia menyatakan, ia tidak senang jika harus mengungsi dan tidak bersekolah. “Mau sekolah saja," kata Muthia malu-malu. 

Kakaknya, seorang siswa kelas IX SMP di Sigi, juga tidak bersekolah karena sekolahnya hancur. Kondisi wilayah di Kabupaten Sigi memang mengalami kerusakan yang parah. Di daerah Sigi, banyak jalanan hancur, infrastruktur hancur, gedung pemerintahan juga rusak.

Sebagian guru di Kota Palu juga menyatakan sudah siap mengajar lagi setelah kegiatan belajar-mengajar sempat terhenti akibat gempa dan tsunami. “Kepala sekolah sempat bertanya kepada kakak saya apakah saya selamat dari bencana, tapi tidak memberi informasi kapan aktivitas sekolah berjalan lagi,” kata guru SMKN 4 Palu Patrini Hadjli (43) di pengungsian Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Ahad. Ia mengaku siap kembali mengajar meski di kelas-kelas darurat di bawah tenda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement