REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Gempa dan tsunami di Palu, Donggala, Sigi di sekitarnya sepekan lalu masih begitu membekas di benak masyarakat yang ikut merasakan kuatnya goyangan gempa berkekuatan 7,4 skala richter. Sebab, tak hanya menimbulkan gelombang tsunami, gempa juga menyebabkan beberapa daerah tenggelam ditelan bumi karena likuifaksi (pencairan) tanah.
Sri (57 tahun) tahun warga Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, pun tak henti-hentinya bersyukur, ia dan keluarga berhasil lolos dari maut yang berada di depan mata. Sri menuturkan saat kejadian, ia dan suami berada di kebun, saat kawasan Balaroa di dekat rumahnya tenggelam karena likuifaksi tanah.
Rencananya, ia dan suami hendak pulang ke rumahnya pada pukul 17.00 WITA, namun keduanya urungkan dan memilih pulang menunggu azan magrib selesai.
Siapa sangka jika keputusannya tersebut menyelamatkan ia dan suami, karena jalan yang menuju rumahnya adalah kawasan yang hancur dan bergeser tak beraturan akibat gempa. Ia bercerita gempa pada pukul 18.00 WITA tersebut, memang bergetar dengan hebatnya, ia mengaku tidak bisa beranjak dari tempatnya berdiri dan hanya pasrah.
"Itu gempa bergoyang hebat, tidak ke kanan ke kiri tapi seperti mengaduk, memutar, saya hanya bisa sujud, saya pikir, Ya Allah, saya mati ini, mati," ujar Sri.
Namun takdir masih baik kepadanya, setelah gempa berhenti, ia pun beranjak, namun tanah di kebunnya retak-retak dan ada yang terbelah. Ia pun mencari suaminya dan hendak beranjak pulang.
"Saat itu saya baru ingat, ya allah bagaiamana anak saya, anak saya dua, satu sedang sekolah dan satu sedang di rumah, saya menangis saat itu, suami saya tenangkan saya, serahkan ke Allah," ujar Sri.
Saat menuju jalan pulang, Sri menceritakan bagaimana chaosnya kondisi jalanan di Kota Palu beberapa menit setelah gempa. "Itu orang dimana-mana berlarian, macet, mobil berhenti di tengah jalan," ujar Sri.
Karena macet, Sri dan suami memilih jalan lain menuju ke rumahnya. Siapa sangka keputusan itu juga menyelamatkan dia dan suami untuk kedua kalinya, karena jalan yang ia hendak lewati sebelumnya, jalan yang tersapu gelombang tsunami.
"Tadinya kita mau lewat bawah, tapi tidak jadi, tapi Masya Allah ternyata disana tsunami," ujarnya.
Tak sampai disitu dia bersyukur, anaknya yang saat itu berada di kos teman kuliahnya di Kota Palu pun terselamatkan karena tidak mengurungkan pulang ke rumahnya di Balaroa.
"Dia mau pulang, sudah pesan Grab itu, Grabnya sudah datang, tapi temannya tidak kasih pulang, suruh dia menginap temani temannya, alhamdulillah ya Allah, kalau dia pulang, jalannya itu yang tersapu tsunami;" ujar Sri dengan mata berkaca-kaca.
Begitu juga anak keduanya yang juga diketahui selamat sehari pasca gempa."Kami berpisah semua saat gempa, tapi sehari setelahnya kita berkumpul semua, alhamdulilah Ya Allah, kami diberi kesempatan untuk lebih baik lagi," ujarnya.