Jumat 05 Oct 2018 22:02 WIB

3 Catatan Penting FSGI di Hari Guru Internasional

Hal utama yang harus dibenahi adalah kompetensi dan kesejahteraan guru

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 'Pelatihan Peningkatkan Kompetensi Guru Dalam Proses Pembelajaran Matematika Berbasis HOTS' .
Foto: kpm
'Pelatihan Peningkatkan Kompetensi Guru Dalam Proses Pembelajaran Matematika Berbasis HOTS' .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menuturkan, momentum peringatan Hari Guru Internasional pada 5 Oktober ini menjadi waktu yang tepat untuk membenahi persoalan fundamental pendidikan di tanah air. Ada tiga catatan penting dari FSGI terkait pembenahan tersebut.

Satriwan menjelaskan, pertama yang harus dibenahi adalah masalah kompetensi dan kesejahteraan guru. Pemberdayaan guru, pemberian pelatihan bagi guru sebelum dan sesudah mengajar adalah hal pokok. Selama ini guru menilai pelatihan yang diberikan pemerintah masih minim.

Baca Juga

"Adapun pelatihan yang terlaksana acap kali seremonial belaka. Tanpa ada evaluasi secara periodik dan pendampingan berkelanjutan. Begitu juga pelatihan yang ada belum menjawab karakteristik masalah di tiap guru mata pelajaran," kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (5/10).

Menurut Satriwan, dasar pelaksanaan pelatihan seharusnya berbasis pada masalah yang dihadapi guru, atau setidaknya dari hasil analisis Ujian Nasional. Selain itu, soal kesejahteraan guru juga harus menjadi perhatian, khususnya guru honorer.

"FSGI mendukung pemerintah terus memberikan jalan keluar, bagi kurang lebih 100 ribu guru honorer untuk diberikan kuota dan mengikuti seleksi menjadi CPNS. Termasuk solusi bagi yang tak lulus CPNS, menjadi guru kategori P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang juga sebenarnya berstatus ASN," papar dia.

Satriwan menambahkan, catatan kedua yakni soal pendidikan siaga bencana. Pembentukan pndidikan ini sudah mendesak, dan menjadi salah satu strategi yang dibuat melalui pendidikan untuk mengantisipasi korban bencana alam yang terus terjadi di tanah air.

Sebagai wilayah yang secara geografis rentan dilanda bencana alam seperti gunung meletus, tsunami, gempa, longsor dan banjir, sudah seharusnya sekolah-sekolah, para guru dan siswa dibekali pendidikan kesiagaan bencana. Walaupun, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri sudah punya program Satuan Pendidikan Aman Bencana. 

"Tapi program nasional ini ternyata belum dirasakan dampaknya bagi sekolah, guru, pegawai sekolah, siswa dan orang tua," ujar dia.

Satriwan menilai, program SPAB itu terkesan formalitas dan hanya diimplementasikan di daerah tertentu saja. Padahal secara nasional wilayah Indonesia adalah rentan bencana. Karena itu, FSGI memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk membuat kurikulum Pendidikan Siaga Bencana sebagai kurikulum wajib.

Sekjen FSGI Heru Purnomo menambahkan, catatan ketiga FSGI yakni soal tahun politik jelang Pemilu Serentak 2019. FSGI selalu mengimbau kepada para politikus dan pemangku kepentingan khususnya di bidang pendidikan, untuk tidak memolitisasi ruang-ruang sekolah dan lembaga pendidikan baik yang umum maupun berbasis agama. 

"Lembaga pendidikan harus bersih dari politik elektoral, pemihakan dan kampanye untuk calon-calon tertentu. Jika tidak demikian, ruang pendidikan akan dikotori oleh politik partisan yang nantinya akan memecah-belah bangsa," ungkap Heru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement