REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan menyelesaikan rekomendasi dampak bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah (Sulteng) dalam tiga hari. Rekomendasi itu akan disampaikan kepada kementerian/lembaga terkait untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.
Kepala Badan Geologi Rudy Suhendra mengatakan sejak Sabtu (29/9) atau satu hari pascagempa berkekuatan magnitudo 7,4, tim geologi sudah bertolak memuju lokasi terdampak untuk melakukan analisis. Menurut dia, tim akan memetakan wilayah yang dapat digunakan untuk pembangunan permukiman.
"Mana yang masih bisa dikembangkan, mana yang harus dikembangkan jalur hijau dan sebagainya," kata dia saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Rabu (3/10).
Rudy menjelaskan Badan Geologi melakukan analisis pada gempa, tsunami, dan likuifaksi yang terjadi di Sulteng. Tim bekerja mulai dari memasang peralatan untuk mengukur tremor atau tidak.
Pemasangan alat ini karena berdasarkan laporan tim geologi di lapangan masih ada gempa dengan skala kecil yang masih terjadi. Ia mengatakan gempa susulan merupakan peristiwa yang wajar karena lempeng bumi sedang berupaya mencari keseimbangan.
Ia menambahkan tim juga memetakan terjangan tsunami. Menurut dia, ketika terjadi gempa, dinding bagian timur Teluk Palu terkena tubrukan yang masif dari laut dan menyebabkan terjadinya longsoran. Longsor yang dibangkitkan karena perubahan kolom laut itu yang menyebabkan terjadinya tsunami.
Warga melintas di depan kapal Sabuk Nusantara 39 yang terdampar ke daratan akibat gempa dan tsunami di desa Wani, Pantai Barat Donggala, Sulawesi Tengah, Senin (1/10). (Antara)
Ia menambahkan Badan Geologi memfokuskan apda peristiwa likuifaksi di Kota Palu yang telah perhatian masyatakat luas. “Juga, yang rentan longsor akibat gempa itu. Kan ada lereng-lereng yang tergoyangkan," kata dia.
Rudy melanjutkan, likuifaksi atau pencairan tanah terjadi karena ada guncangan. Ketika terguncang, tanah yang masih muda akan mengeluarkan air dari dalam lapisannya.
Akibatnya, bangunan di atasnya tak dapat ditopang dengan baik dan akhirnya amblas ke dalam. Begitu pula ketika tanah bergerak, bangunan di atasnya ikut bergerak.
Ia mengatakan, wilayah Kota Palu banyak terdiri di atas tanah aluvium atau tanah yang masih muda. Artinya, endapan sedimen belum terkonsolidasi, sehingga masih bersifat mudah lepas.
“Tiga kejadian itu yang sekaligus, sehingga hingga saat ini tercatat lebih dari 1.200 jiwa meninggal," kata dia.
Kerusakan akibat gempa berkekuatan magintudo 7,4 di Kampung Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (2/10). (Antara)
Badan Geologi hanya akan memberikan informasi dan rekomendasi. Sementara, dalam pengembangan teknologi akan diserahkan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kendati demikian, Rudy menyebut rekomendasi yang diberikan tak bersifat mengikat. "Mau dipakai, monggo. Mau tidak dipakai, ya, dilowongkan lebih aman. Rekomendasinya pada yang akan membangun," kata dia.
Namun, ia berharap, pembangunan Kota Palu tetap memperhatikan luasan jalur sesar Palu-Koro. Gempa berkekuatan magnitudo 7,4 yang terjadi di utara Kota Palu disebabkan pergeseran mendatar sesar Palu-Koro. Gempa yang terjadai pada kedalaman 11 km itu juga dilanjutkan oleh kejadian tsunami.
Rudy menyatakan, Kota Palu sudah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Karena itu, penting untuk meningkatkan pengetahuan mitigasi bencana pada masyarakat.
Selain itu, kata dia, para ahli harus mengembangkan alat pemantauan bencana dengan teknologi modern.
Apalagi, bukan hanya Kota Palu yang memiliki risiko terdampak bencana, melainkan hampir seluruh wilayah Indonesia berpotensi terdampak bencana. Ia menambahkan, masyarakat juga perlu memahami teknik membangun di area rawan bencana, khususnya yang dapat meminimalisir dampak gempa dan tsunami.