Selasa 02 Oct 2018 16:17 WIB

Bagaimana Evakuasi Narapidana di Penjara Saat Terjadi Gempa?

Ribuan narapidana dan tahanan kabur dari lapas dan rutan pascagempa-tsunami di Palu.

Rep: Arif Satrio Nugroho/Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Sebuah kursi berada diantara bangunan yang ambruk dampak gempa dan tsunami di kawasan Pantai Taipa, Palu Utara, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).
Foto: Antara/Muhammad Adimadja
Sebuah kursi berada diantara bangunan yang ambruk dampak gempa dan tsunami di kawasan Pantai Taipa, Palu Utara, Sulawesi Tengah, Senin (1/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ribuan tahanan dan narapidana di Palu, Donggala, dan daerah sekitarnya melarikan diri pascagempa dan tsunami yang melanda daerah tersebut. Saat ini, ribuan warga lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) tersebut belum kembali.

Terkait hal itu, Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) mengkritisi penanganan kondisi bencana untuk lapas. Berdasarkan penelusuran ICJR, protokol penanganan kondisi bencana untuk lapas hanya diatur dalam Permenkumham No 33 tahun 2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. ICJR mencatat bahwa UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan tidak diatur secara spesfik tentang mitigasi pemasyarakatan dalam keadaan darurat seperti bencana alam.

"Wacana menghadirkan pengaturan mengenai kondisi darurat bencana alam secara mendasar baru mengemuka dalam Rancangan UU Pemasyarakatan yang baru," ujar Direktur Eksekutif ICJR, Anggara, Selasa (2/10).

Permenkumham dan SOP untuk lapas, kata Anggara, tidak diatur mengenai ketentuan apabila terdapat kemungkinan kaburnya penghuni lapas atau rutan. Salah satu bentuk evakuasi yang diatur dalam permenkumham maupun SOP adalah evakuasi ke lapas atau rutan lain di sekitar lapas dan rutan yang terkena dampak.

photo
Dampak gempa-tsunami di Sulawesi Tengah.

ICJR mencermati bahwa dalam konteks bencana Palu dan Donggala dari 8 UPT yang terdampak gempa di rutan dan lapas wilayah Palu dan Donggala, lima di antaranya mengalami kelebihan penghuni (overcrowded) yaitu di Lapas Palu per september 2018 overcrowded 177 persen, Rutan Palu overcrowded 299 persen, Rutan Donggala overcrowded 218 persen, Cabang Rutan Parigi overcrowded 28 persen, Rutan Poso overcrowded 123 persen.

"Kondisi overcrowded ini berpengaruh kepada kemampuan lapas dan rutan melakukan pengamanan dalam keadaaan darurat bencana alam," kata Anggara.

Kondisi kelebihan beban secara jelas berdampak pada prioritas pekerjaan lapas dan rutan, tentu pihak lapas dan rutan dalam tugas operasionalnya akan lebih berfokus pada penanganan kondisi lapas dan rutan yang overcrowded dari pada mengatur dan mengkoordinasikan dengan seksama protokol apabila terjadi bencana seperti gempa bumi yang terjadi.

"Jika lapas dan rutan di wilayah lain dalam kondisi normal, proses evakuasi mungkin dapat dilakukan dengan merujuk pada lapas dan rutan yang tidak kelebihan penghuni. Dalam konteks ini, ke-semua rutan dan lapas dari 8 UPT mengalami kelebihan penghuni," kata Anggara.

ICJR meminta agar Kementerian Hukum dan HAM perlu untuk memperhatikan upaya untuk mengatur lebih lanjut dan lebih komprehensif mengenai mitigasi bencana terutama terkait dengan mitigasi kaburnya penghuni dalam kondisi bencana alam.

Baca juga: Fenomena Likuifaksi dan Tenggelamnya Rumah-Rumah di Petobo

Baca juga: Polisi Pastikan Kalimat Tauhid di Video Pengeroyokan Hoaks

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement