REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS), Sri Puguh Budi Utami, menjelaskan, tak adanya narapidana di dalam beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) di Sulawesi Tengah semata-mata sebagai kebutuhan penyelamatan diri. Beberapa di antara mereka bahkan berjanji akan kembali.
"Tidak beradanya para tahanan dan narapidana di Lapas Palu, Rutan Palu, dan Rutan Donggala semata-mata sebagai kebutuhan penyelamatan diri atas dampak gempa," tutur Utami pada konferensi pers di kantor Ditjen PAS, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (1/10).
Utami menerangkan, kondisi tersebut terjadi karena bangunan lapas dan rutan di wilayah tersebut rusak serta mengancam keselamatan para narapidana. Namun, ia juga tidak menampik adanya provokasi perlawanan dengan pembakaran oleh penghuni Rutan Donggala.
Kemudian, ia menjelaskan, dalam etika dan moral hukum, hal tersebut dapat dimaklumi. Itu karena secara naluriah para narapidana ini butuh keselamatan jiwa dan juga informasi tentang kondisi keluarga mereka di luar lapas dan rutan. Menurut Utami, itu terbukti dengan sebagian besar dari mereka kembali melaporkan diri ke lapas dan rutan.
"Lumpuhnya penyelenggaraan layanan, khususnya layanan makan serta kondisi hunian yang belum seutuhnya dapat dipergunakan, menjadi pertimbangan mereka tetap berada di masyarakat atau dekat dengan keluarganya," tutur dia.
Utami menerangkan, Ditjen PAS akan mempertimbangkan situasi kedaruratan dan akan menentukan batas maksimal kepada tahanan dan narapidana sebagai komitmen menjalani tindak pidananya. Ia juga telah memerintahkan kepada kepala rutan untuk memfungsikan rumah dinasnya guna menampung mereka yang kembali dan melakukan pendataan serta pemantauan selama satu pekan terhitung sejak Sabtu (29/9) lalu.
"Karena waktu mereka lari, sebagian dari mereka berjanji akan kembali. Sekarang sedang terus kami lakukan komunikasi, jajaran kami yang bertugas di sana, menghubungi keluarga dan alamat-alamat yang ada untuk segera kembali," kata dia menjelaskan.