REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung ingin mengkaji penerapan sistem ganjil genap di Kota Bandung. Hal ini menyikapi wacana pemerintah pusat untuk menerapkan sistem tersebut dalam mengatasi kemacetan di sejumlah kota, salah satunya Kota Bandung.
Wali Kota Bandung Oded M Danial menegaskan, Pemkot Bandung memang tengah fokus mengatasi masalah kemacetan. Namun, untuk perberlakuan sistem ganjil-genap di Kota Bandung, diperlukan kajian terlebih dulu.
"Ketika sekarang ada imbauan. Ini cocoklah selaras dengan pola pikir Mang Oded dari awal. Saya meminta ke Pak Didi Kadishub secepatnya mengadakan kajian-kajian diselaraskan dengan unsur terkait. Misalkan kepolisian," kata Oded.
Kemacetan memang menjadi permasalahan di banyak kota metropolitan, tak terkecuali Kota Bandung. Karenanya, ia sudah meminta Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung mengkaji bersama kepolisian.
Ia secara pribadi mengaku setuju adanya sistem ganjil genap. Namun dengan adanya kajian bisa dinilai apakah cocok diterapkan di Kota Bandung.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Bandung, Didi Ruswandi mengungkapkan, perlu adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Pemerintah Kota Bandung dan Kepolisian. Hal itu penting untuk mempermudah kegiatan atau operasi di jalan sesuai dengan kapasitasnya
“Kalau di Bandung regulasi itu ada di pemerintah daerah. Sementara kewenangan penindakan berada di kepolisian. Perlu juga melihat kota yang sudah menerapkannya,” kata Didi.
Sebelum dilaksanakan, lanjut Didi, juga perlu kajian tentang jalan mana saja yang bisa memberlakukan sistem tersebut. Menurutnya untuk saat ini yang memungkinkan diberlakukan sistem ganjil-genal yaitu jalan-jalan pusat kota seperti Jalan Ahmad Yani dan Jalan Asia Afrika.
Kasatlantas Kota Bandung AKBP Agung Reza mengatakan penerapan sistem ganjil-genap di Kota Bandung mungkin dan bisa saja dilakukan. Mengingat, Bandung tergolong kota besar yang juga memiliki persoalan kemacetan. Meski demikian, butuh kajian untuk penerapannya.
"Cocok saja, Bandung kota besar cuma memang ada beberapa ruas yang nggak bisa (diberlakukan). Makanya harus ada kajian ruas mana yang bisa mana yang tidak. Selain itu harus ada sarana prasarana khususnya transportasi umumnya apa sudah terpenuhi," tutur Agung saat dihubungi Republika, Jumat (28/9).
Kajian yang diperlukan yakni ruas jalan yang diterapkan, kemudian alternatif jalan yang nantinya bisa digunakan masyarakat. Sehingga tidak serta merta diterapkan begitu saja meskipun sistem ini telah diberlakukan di Jakarta.
"Alternatif jalan yang bisa digunakan, terus tidak sembarangan kendaraan yang bisa lewat juga. Ini harus dipikirkan dalam penerapan ganjil genap," ujarnya.