Rabu 26 Sep 2018 17:37 WIB

Indikator: Elektabilitas Unggul, Jokowi-Ma'ruf Belum Aman

Berdasarkan simulasi head to head, tren Jokowi turun sedangkan Prabowo naik.

Rep: Rizkyan Adiyudha, Bayu Adji P/ Red: Ratna Puspita
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat menyampaikan hasil survei Elektabilitas Dua Pasangan Capres-Cawapres dan Peta Elektoral Pemilu Legistlatif 2019 kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/9).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi saat menyampaikan hasil survei Elektabilitas Dua Pasangan Capres-Cawapres dan Peta Elektoral Pemilu Legistlatif 2019 kepada wartawan di Jakarta, Rabu (26/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan Koalisi Indonesia Kerja (KIK) belum bisa bernafas lega meski elektabilitas Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin lebih unggul dibandingkan lawannya. Sebab, elektabilitas 57,7 persen dengan Pilpres 2019 yang tersisa tujuh bulan belum masuk kategori sangat aman. 

"Elektabilitas pasangan Jokowi-Ma'ruf 57,7 persen, tapi masih tujuh bulan lagi. Belum masuk kategori sangat aman untuk mencapai kemenangan," kata Burhanuddin dia di Kantor Indikator Politik Indonesia, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (26/9).

Pada survei awal bulan ini, Indikator melakukan simulasi sesuai dengan kandidat presiden yang mendaftar ke KPU, yakni Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Hasilnya, Jokowi-Ma’ruf mengantongi dukungan hingga 57,7 persen berbanding 32,3 persen untuk Prabowo Subianto. 

Kendati demikian, Indikator juga mengingatkan bahwa keterpilihan atau elektabilitas atau dukungan untuk kedua pasangan calon masih bisa berubah. Indikator menyatakan dari warga yang sudah memiliki pilihan, sekitar 25 persen menyatakan bahwa pilihannya masih sangat mungkin berubah dan masih bisa berubah. 

Alasan lainnya, Burhanuddin menjelaskan, elektabilitas Jokowi menunjukan penurunan sejak September tahun lalu. Indikator melakukan simulasi head to head Jokowi dan Prabowo. 

Dalam simulasi dua pasangan calon, Jokowi memperoleh 57 persen sedangkan Prabowo 31 persen. “Kalau simulasi capres (calon presiden), Jokowi dapat 57 persen, tetapi trennya cenderung turun," kata dia.

Burhanuddin menjelaskan, elektabilitas Jokowi pada September 2017 mencapai 58,9 persen, 61,8 persen pada Februari 2018, 50,6 persen pada Maret, dan 59,9 persen pada Juli. 

Sementara itu, tren elektabilitas Prabowo cenderung stabil. Pada September 2017, Prabowo meraih elektabilitas 31,3 persen, 29,4 persen pada Februari 2018, 29 persen pada Maret, 32 persen pada Juli, dan 31,3 persen pada September 2018.

"Meski cenderung landai, trennya Jokowi sedikit turun, Prabowo naik. Keadannya landai dan tak signifikan," kata dia.

Burhanuddin berpendapat kehadiran Sandiaga kemungkinan memengaruhi peningkatan elektabilitas Prabowo. Kendati demikian, ia mengaku tidak memiliki data tren elektabilitas capres bersama cawapes. 

Indikator melakukan survei pada 1-6 September lalu. Survei melibatkan 1.220 responden. Indikator melakukan wawancara tatap muka kepada responden terpilih.

Kontrol kualitas terhadap hasil wawancara dilakukan secara acak sebesar 20 persen. Survei ini memiliki margin of error 2,9 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen. 

Wakil Ketua Tim Kampanye (TKN) KIK Abdul Kadir Karding mengatakan hasil survei ini tidak lantas membuat koalisinya terlena. “Saya kira dengan mulai bekerjanya tim Insya Allah juga nanti pada elektabilitas akan semakin baik kedepan," kata dia di Jakarta, Rabu (26/9).

Ia menambahkan hasil survei ini menjadi gambaran awal peta kekuatan kedua kandidat pada Pilpres 2019. "Memang untuk membaca hasil ini saja tidak cukup, tetapi harus dengan elektabikitas dan faktor lain dari survei sehingga bisa diambil kesimpulan,” kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement