REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Bisnis kuliner masih menjadi daya tarik bagi peserta Diplomat Sucess Challenge (DSC) 2018. Sejumlah proposal yang masuk sebagian besar didominasi bisnis ini
"Hal ini karena bisnis kuliner mudah digarap dan lebih kekinian. Pelaku usaha tinggal memikirkan bagaimana mengemas dan menjual produk kulinernya. Pola kerjasama bisa dilakukan secara daring, atau kerjasama dengan penyedia aplikasi macam Gojek atau Go Food," kata Helmy Yahya selaku juri dan Dewan Komisioner DSC 2018 di Jakarta, Jumat (21/9)
Helmy yang kini juga dipercaya sebagai Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI mengatakan, dibanding bidang usaha lain seperti industri proses, kreatif, atau agro yang memerlukan pelatihan secara khusus, industri kuliner dapat dimulai dengan bermodalkan "passion".
"Modal usahanya juga tidak perlu besar, karena jika dipasarkan secara daring, tidak akan butuh ekstra tenaga lagi,” jelas pemilik gelar master of Professional Accounting dari Universitas Miami ini.
Tahun 2018, pemerintah menaruh perhatian besar terhadap pengembangan sektor pariwisata di Indonesia. Di kompetisi DSC tahun ini, peserta dengan industri pariwisata belum tumbuh secara signifikan. Menurut Helmy, butuh upaya lebih keras dan waktu yang panjang untuk mengembangkan sebuah daerah potensi wisata menjadi destinasi wisata.
"Pengembangan di sini berarti juga harus menjadikan daerah itu bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat sekitar dan bertanggung jawab terhadap kelestarian alamnya. Hal-hal tersebut tidaklah mudah dan harus dilakukan berbagai sektor sehingga dalam pengelolaan pariwisata, kelihatannya kurang “seksi” peminat," jelas Helmy.
Alumni STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) ini mengatakan, untuk mengkurasi sampai lolos dalam penyaringan kompetisi, para juri juga melihat kriterium model bisnisnya.
"Jadi ada di antara para peserta yang cara pemasaran produknya, sudah menggunakan sistem aplikasi. Ini yang membedakan seleksi DSC ke-9 tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya," ujar dia
Helmy mengatakan, perbedaan model bisnis sebagai dampak terjadinya disrupsi di bidang ekonomi, turut jadi pertimbangan juri.
"Ada pengembangan pariwisata secara hybrid, sehingga pemesanan dilakukan melalui sistem aplikasi. Ada juga pengembangan jasa usaha bengkel yang peminatnya juga harus mengunduh sistem aplikasinya. Itu sebabnya kemasan sektor atau bidang usaha, perlu ikut menyesuaikan," lanjut Helmy.
Juri lain DSC, Antarina S.F. Amir, selaku License Holder, Founder dan Deputy CEO Sekolah HighScope Indonesia mengatakan peserta seharusnya melihat peluang bisnis apa yang saat ini sedang diminati pasar.
DSC 2018 memperebutkan total modal usaha Rp2 miliar. Kompetisi wirausaha Diplomat Success Challenge (DSC) masih membuka pendaftaran secara daring melalui www.wismilak-diplomat.com bagi anak muda Indonesia yang memiliki ide bisnis kreatif, hingga 1 Oktober 2018 pukul 23.59 WIB.
Saat ini, telah banyak proposal usaha yang masuk di kompetisi ini. Perbedaan model bisnis dan inovasi, menjadi pembeda kepesertaan kompetisi DSC setiap tahun penyelenggaraannya. Tahun ini berdasarkan statistik, lima bidang industri atau sektor usaha yang paling banyak peminatnya didominasi oleh sektor kuliner, perdagangan, industri kreatif, teknologi digital, dan industri agro.