Kamis 20 Sep 2018 08:18 WIB

Cadangan dan Produksi Aman, Mengapa Masih Impor Beras?

Menteri Perdagangan Enggartiasto terlibat adu argumen dengan Dirut Bulog Budi Waseso.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) dalam konferensi pers di Kantor Pusat Perum Bulog, Rabu (19/9) menegaskan tidak akan melakukan impor beras hingga Juni 2019 karena stok hingga akhir 2018 bisa sampai tiga juta ton setelah semua total impor beras masuk sebanyak 1,8 juta ton dari pesanan 2017.
Foto:
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution

Kemudian, rapat koordinasi dilakukan kembali pada 28 Maret 2018 karena waktu panen raya sudah akan habis. Ketika itu, pemerintah memutuskan untuk impor satu juta ton sehingga total izin impor telah mencapai dua juta ton sepanjang tahun ini.

"Dibilang (Maret 2018) 6,5 juta ton proyeksi produksi. Memang stok naik menjadi 649 ribu ton tetapi tidak ada apa-apanya. Panen raya mau habis, siapa yang percaya bahwa ini akan baik-baik saja ke depan," ujar Darmin.

Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Azman Natawijana menyayangkan penumpukan beras hingga 2,4 juta ton di gudang Bulog. Penumpukan ini dinilai Azam sebagai dampak dari tidak adanya manajemen yang baik mengenai pengadaan beras oleh pemerintah.

Azam menuturkan, pemerintah selama ini belum menemukan rumusan yang tepat untuk mengelola beras. Dampaknya, beras di gudang terus bertambah, sementara impor tetap dilakukan dengan alasan menutup kekurangan produksi dalam negeri. 

Azam menjelaskan, pemerintah harusnya memulai dengan menghabiskan stok yang ada di gudang Bulog terlebih dahulu. Namun, harus tetap dijaga persediaannya sesuai dengan kebutuhan bulanan masyarakat. Tujuannya, agar ketika ada kondisi dan situasi mendesak, ketersediaan beras masih dapat terjamin.

Prinsip yang dianjurkan Azam adalah first in first out (FIFO). Pemerintah harus menetapkan batasan kuota minimal di gudang terlebih dahulu. Kemudian, jumlah beras keluar harus segera diganti dengan jumlah beras yang diimpor untuk masuk gudang. 

Azam menilai impor yang dilakukan pemerintah bersama Bulog tidak efektif dan harus dievaluasi bersama. Dia menegaskan, Komisi IV DPR siap berunding dengan pemerintah untuk mengevaluasinya.

Menurut dia, evaluasi ini juga harus menghasilkan upaya untuk mematahkan stigma bahwa masyarakat lebih suka membeli beras non-Bulog. Pasalnya, beras Bulog kerap dianggap berkualitas buruk. 

"Caranya, ya, dengan pengendalian agar tidak ada lagi beras yang berputar-putar tidak pernah keluar dari gudang Bulog sehingga tidak layak dikonsumsi," ucapnya. 

(antara, ed: satria kartika yudha)

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement