Selasa 18 Sep 2018 14:49 WIB

Infus untuk BPJS Kesehatan

BPJSK menilai premi terlalu murah. Setiap tahun BPJSK mengalami defisit.

Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kedua kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Petugas melayani warga di kantor Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan KCU Jakarta Pusat, Rabu (1/11).

Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, jumlah perkiraan defisit adalah hal yang direncanakan di awal. Seiring berjalannya waktu, memang ada perubahan yang terjadi. "Defisit yang terjadi ini bukan tiba-tiba. Defisit ini direncanakan. Setiap tahun menyiapkan rencana kerja. Jadi, awal 2018 kita sudah membuat akan ada defisit sebesar Rp 16,5 triliun," kata Fachmi.

Menurut dia, angka tersebut bukan saja perkiraan defisit pada 2018, melainkan juga ada tambahan dana defisit dari tahun 2017. Komposisinya, defisit 2018 sebesar Rp 12,1 triliun, sementara defisit tambahan dari tahun 2017 sebesar Rp 4,4 triliun. Selain itu, Fachmi juga mengatakan, BPJS Kesehatan selalu diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahunnya.

Fachmi menambahkan, dirinya mengaku kesulitan mengatasi defisit. Hal yang menurut dia sangat memberatkan adalah iuran yang dinilai kurang tinggi. "Ada posisi bahwa iuran itu underprice (terlalu murah), kalau kita bicara dalam konteks jangka panjang," kata dia.

Ia memberikan data premi yang minus pada masyarakat pengguna BPJS Kesehatan setiap bulannya. Bahkan, jumlah minus tersebut mengalami penambahan dari tahun 2016 sampai 2017.

Pada 2016, biaya per orang setiap bulannya mencapai Rp 35.802, padahal premi per orangnya hanya Rp 33.776. Sementara itu, pada tahun 2017, per orang biayanya mencapai Rp 39.744, tetapi premi per orang sebesar Rp 34.119. Artinya, pada 2016 ada selisih Rp 2.026 dan pada 2017 selisihnya Rp 5.625.

Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf mengatakan, jumlah dana talangan yang diberikan Kemenku di nilai tidak cukup untuk menutupi de fisit yang ada. "Yang disebut bailout ini Rp 4,9 triliun, jauh dari kebutuhan. Kebutuhan itu Rp 16,5 triliun. Kalau hanya Rp 5 triliun ini, setelah Desember kita kejang-kejang lagi," kata Dede.

Menurut Dede, untuk menyelamatkannya, BPJS Kesehatan harus diberikan dana talangan yang lebih serius. Ia mengatakan, Kemenkeu harus memperhitungkan ulang bahwa jumlah dana bailout yang akan diberikan tidak akan cukup mengatasi masalah ini. "Kalau ngasih infus itu jangan tanggung-tanggung," kata Dede. ¦ ed: mas alamil huda

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement