Selasa 18 Sep 2018 14:49 WIB

Infus untuk BPJS Kesehatan

BPJSK menilai premi terlalu murah. Setiap tahun BPJSK mengalami defisit.

Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kedua kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).
Foto: Republika/Prayogi
Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kedua kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/9).

REPUBLIKA.CO.ID,

leh Inas Widyanuratikah

JAKARTA -- Defisit keuangan yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terus terjadi setiap tahun dan selalu lebih besar. Memberikan dana talangan untuk menutup defisit dinilai hanya menjadi solusi jangka pendek dan akan terus terulang jika tidak dicarikan "obat" untuk menghilangkan persoalan pokoknya.

Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengharapkan penyelesaian defisit BPJS Kesehatan dicarikan solusi jangka panjangnya. Ia menilai suntikan dana hanya bisa mengatasi permasalahan sementara. "Untuk sementara mungkin menolong (pemberian dana talangan)," kata dia dalam rapat gabungan di gedung DPR, Senin (17/9).

Selain itu, Koesmedi juga mengusulkan agar dibuat peraturan yang tetap. Ia merasa peraturan soal BPJS Kesehatan terlalu banyak mengalami perubahan sehingga pihak rumah sakit kerap mengalami kesulitan. "Pada waktu BPJS (Kesehatan) mengam bil langkah, jangan membuat kami susah melakukan langkah itu," kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, perkiraan defisit BPJS Kesehatan pada tahun 2018 mencapai Rp 10,98 triliun. Angka ini didapatkan dari hasil audit yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Defisit yang disampaikan saat itu Rp 16,58 triliun. Setelah BPKP melakukan review itu ada koreksi, koreksinya sebesar Rp 5,6 triliun. Sehingga, hasil review BPKP defisit BPJS sebesar sekitar Rp 10,98 triliun," kata Mardiasmo. Koreksi ini, kata dia, terjadi karena adanya bauran kebijakan yang belum dihitung oleh BPJS Kesehatan.

Dia mengklaim Kemenkeu telah menyusun sejumlah langkah untuk membantu permasalahan yang dialami BPJS Kesehatan. Hal pertama yang dilakukan Kemenkeu adalah meningkatkan peran pemerintah daerah (pemda). Selain itu, juga melalui peraturan presiden soal Jaminan Kesehatan Nasional untuk memanfaatkan pajak rokok.

Efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan, kata dia, juga dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 209/2017 tentang besaran persentase dana operasional. Kemenkeu juga melakukan peningkatan efisiensi dan efektivitas layanan kesehatan. "Antara lain perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan. Perbaikan sistem rujukan dan rujuk balik serta pelaksanaan strategic purchasing," kata Mardiasmo.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement