REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait penolakan atas rencana proyek pembangunan pipa gas bawah laut. Pipa gas bawah laut ini akan dibangun dari Bontang, Kaltim, menuju Tasikung, Kalimantan Selatan.
Saat membuka seminar energi yang diselenggarakan SKK Migas bekerja sama dengan Pemprov Kaltim di Samarinda, Kamis (13/9), Awang Faroek menegaskan bahwa proyek pipanisasi gas yang dikerjakan perusahaan swasta milik Bakrie Group itu sudah pernah ditolak pemerintah daerah beberapa tahun silam.
"Dulu sudah ditolak, kok sekarang proyek ini dimunculkan lagi. Sikap kami sudah jelas, menolak proyek itu," tegasnya.
Bahkan, lanjut Gubernur, pemerintah kabupaten/kota se-Kaltim dalam forum diskusi beberapa hari sebelumnya juga mendukung sikap pemprov. Alasannya, proyek pipanisasi gas itu lebih banyak merugikan Kaltim sebagai daerah penghasil minyak dan gas.
"Saya sudah membuat surat dan mengirimkannya ke pemerintah pusat soal penolakan proyek itu," tambah Awang Faroek, yang juga Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas.
Awang mengungkapkan alasan penolakan proyek itu karena provinsi yang dipimpinnya masih membutuhkan pasokan gas untuk keperluan operasional pembangkit listrik dan memenuhi kebutuhan energi sejumlah kawasan industri.
Setidaknya ada 12 unit pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) yang sudah masuk rencana pembangunan, tetapi hingga kini baru satu unit beroperasi yakni PLTG Senipah yang memasok jaringan listrik Sistem Mahakam untuk wilayah Kaltim dan dioperasikan PT PLN (Persero).
"Masih ada lagi PLTG di Bontang, Berau, Paser dan beberapa daerah lain. Itu baru untuk kebutuhan pembangkit, belum lagi gas untuk kebutuhan kawasan industri seperti Kariangau (Balikpapan) dan Buluminung (Penajam Paser Utara), juga Pupuk Kaltim, industrial estate serta lainnya," papar Awang Faroek.
Menurut Dia, persoalan gas ini sebenarnya tidak perlu diributkan lagi jika pemerintah pusat memiliki komitmen membangun PLTG di Kaltim dan provinsi lain di Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang masih belum optimal.
Awang juga mengungkapkan kekhawatirannya soal kondisi Kaltim yang selama ini sangat bergantung pada sumber daya alam migas, nantinya akan terpuruk jika produksi migas semakin menurun bahkan habis, tapi daerah penghasil justru tidak menikmatinya.
"Jangan sampai seperti Lhokseumawe di Aceh yang dulunya adalah daerah kaya penghasil LNG (gas alam cair), tapi begitu gasnya habis, perekonomian daerahnya menjadi terpuruk. Ini tidak boleh terjadi di Kaltim," ucap Awang Faroek.