REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera dan Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Jakarta, Rabu (12/9). Keduanya dilaporkan terkait dugaan makar atas video pernyataan 'ganti sistem' dalam gerakan #2019GantiPresiden.
Laporan tersebut diterima Bareskrim dengan nomor LP/B/1113/IX/2018/Bareskrim pada 12 September 2018. Laporan tersebut atas nama Komarudin yang merupakan Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (LBH Almisbat).
Dalam laporan tersebut, Ismail dan Mardani diduga melakukan tindak terhadap keamanan negara atau makar. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, Pasal 107 KUHP, dan atau Pasal 82 A ayat 2 juncto Pasal 59 ayat 4 huruf C UU Nomor 16/2017 tentang Organisasi Kemasyarakat (Ormas).
Salah satu advokat yang mendampingi pelaporan, Sanggam Indra, mengatakan pernyataan ganti sistem dalam gerakan #2019GantiPresiden yang disampaikan oleh Ismail dan Mardani lewat media sosial dapat diduga sebagai bentuk upaya makar. Ia meyakini jal tersebut merupakan upaya mengganti sistem negara yang sudah baku dengan sistem yang selama ini dianut HTI.
“Itu dapat diduga sebagai bentuk upaya makar yakni keinginan mengganti sistem kenegaraan Indonesia yang sudah baku dan berlaku yakni dasar negara adalah Pancasila dan UUD 1945 dengan sistem yang diperjuangkan oleh HTI,” kata Sanggam di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (12/9).
Ia menilai, gerakan #2019GantiPresiden berpotensi menjadi sumber konflik di masyarakat. Sanggam melontarkan argumen itu melihat penolakan dari berbagai elemen masyarakt terhadap gerakan #2019GantiPresiden.
Ismail Yusanto. (Republika)
Selain itu, kata dia, #2019GantiPresiden yang memikiki jargon yang identik dengan ormas HTI, yaitu ganti sistem. Sebab itu, dia menilai, gerakan #2019GantiPresiden patut diduga telah disusupi oleh kepentingan ormas HTI.
Ia mengatakan kepentingan tersebut, yakni perlawanan atas keputusan pemerintah yang membubarkan ormas itu. Ia menambahkan pemerintah mengambil keputusan pembubaran karena HTI tidak mengakui dan ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara dengan khilafah.
“Kami tidak ingin bangsa ini terbelah dan tercabik-cabik karena penegakan hukum yang lemah atas upaya makar yang dilakukan oleh sekelompok orang,” ujar dia.
Dikonfirmasi terpisah, Ismail Yusanto mengaku tidak mengerti maksud dari pelaporan dan tudingan makar yang disematkan padanya. “Makar di mananya? Ya ganti sistem, kalau sistemnya jelek, ya, harus diganti toh. Masa, sistem jelek tidak boleh diganti," kata dia, Rabu.
Dia menambahkan Indonesia sudah sering melakukan pergantian sistem lewat proses demokrasu. “Pemilu sudah ganti, sistem kepartaian sudah gnti, sistem pemilihan kepala daerah sudah ganti, kenapa jadi sensi begitu," kata dia menambahkan.
Ismail menambahkan, tudingan seharusnya tidak berdasarkan pada dugaan. Ia mengaku belum menentukan sikap terkait laporan yang dituduhkan padanya. Ia hanya mengatakan akan menunggu perkembangan lebih lanjut.