Kamis 06 Sep 2018 17:38 WIB

BNPB: 11 Provinsi Alami Kekeringan Selama Kemarau

masyarakat mengalami kekurangan air bersih sehingga harus mencari air ke sumber lain.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bencana kekeringan melanda di 11 provinsi di Indonesia selama 2018. Berdasarkan data BNPB, tempat-tempat tersebut mayoritas berada di Indonesia khususnya Jawa dan Nusa Tenggara selama 2018.

"Kekeringan melanda 11 provinsi yang terdapat di 111 kabupaten/kota, 888 kecamatan, dan 4.053 desa. Kekeringan telah menyebabkan 4,87 juta jiwa terdampak," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui keterangan tertulis, Kamis (6/9).

Baca Juga

Sutopo mengatakan, masyarakat mengalami kekurangan air bersih sehingga harus mencari air ke sumber-sumber air di tempat lain. Sebagian harus membeli air bersih dan menggantungkan pada bantuan droping air bersih.

Petani juga mengeluarkan biaya tambahan Rp 800 ribu rupiah untuk sewa pompa air dan membeli solar guna mengaliri sawahnya. Sebagian petani melakukan modifikasi pompa air dengan mengganti bahan bakar solar dengan gas tiga kilogram sehingga dapat menghemat biaya Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu rupiah.

Sebagian besar kekeringan melanda wilayah Jawa dan Nusa Tenggara. Beberapa daerah yang mengalami kekeringan cukup luas adalah Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, NTT, dan Lampung. Pendataan kekeringan di wilayah Bali masih dilakukan. Namun berdasarkan laporan BPBD, kekeringan tidak terlalu berdampak luas di Bali pada tahun ini.

Daerah-daerah yang mengalami kekeringan tersebut, menurut Sutopo selalu terdampak setiap musim kemarau. "Sesungguhnya wilayah Jawa dan Nusa Tenggara telah defisit air tahun 1995. Artinya ketersediaan air yang ada, baik air permukaan dan air tanah, sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan penduduk " kata Sutopo menjelaskan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement