REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatra Utara berharap Direktorat Polair Polda Sumut membersihkan seluruh kapal pukat harimau (trawl) yang masih beroperasi di daerah itu. "Aktivitas pukat harimau yang dilarang pemerintah itu harus ditertibkan dan tidak diperbolehkan lagi menangkap ikan di perairan Sumatra Utara," kata Wakil Ketua DPD HNSI Sumut Nazli di Medan, Rabu (5/9).
Alat tangkap tersebut, menurut dia, tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga sering merugikan nelayan tradisional karena mengambil wilayah tangkapan mereka. "Hal itu sering memicu terjadinya perselisihan di antara nelayan pukat harimau dan nelayan kecil, bahkan adanya aksi kekerasan dan pembakaran," ujar Nazli.
Ia mengatakan, Ditpolair agar terus melakukan penertiban secara tegas terhadap alat tangkap ilegal tersebut. Karena hal ini merupakan keinginan dari nelayan tradisional saat mereka melakukan aksi unjuk rasa di Polda Sumut.
Penangkapan 10 unit kapal pukat harimau di perairan Batubara dan Deli Serdang yang dilakukan personel Ditpolair perlu ditingkatkan. Hal itu mengingat kapal pukat harimau yang beroperasi di perairan Sumut masih banyak. Bahkan, diperkirakan jumlahnya ratusan. Mereka menangkap ikan secara sembunyi-sembunyi di pulau terpencil.
"Seluruh alat tangkap yang dilarang pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 itu harus dihapuskan dari perairan Indonesia," ucapnya.
Nazli berharap nelayan segera meninggalkan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan itu, kemudian menggantikannya dengan jaring milenium yang disetujui oleh Pemerintah. "Jadi, alat tangkap yang diperbolehkan menangkap ikan di perairan Indonesia adalah jaring milenium," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.
Sebelumnya, personel Ditpolair Polda Sumut mengamankan 10 unit kapal pukat harimau yang masih beroperasi di perairan Kabupaten Batubara dan Deli Serdang, Sumut. Pelaksana Tugas Kabid Humas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan di Mapolda, Senin (3/9), mengatakan, aparat keamanan juga menangkap 10 orang nakhoda dan 13 anak buah kapal (ABK) yang menggunakan alat tangkap dilarang pemerintah itu.
Penangkapan kapal tersebut, menurut dia, berdasarkan perintah Kapolda Sumut Brigjen Pol Agus Andrianto untuk melakukan penertiban terhadap nelayan yang masih mengoperasikan jaring pukat harimau. "Sehubungan dengan itu, petugas Ditpolair mengamankan kapal yang menggunakan alat penangkap ikan ilegal tersebut," ujar Nainggolan.