REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai gerakan #2019GantiPresiden tidak melanggar hukum. Namun, gerakan tagar tersebut bisa menjadi masalah ketika dioperasionalkan menjadi aksi massa.
“Hastag itu tidak hanya dipasang, tetapi dioperasionalkan dalam bentuk pertemuan atau forum yang ada konsentrasi massa," kata dia di Posko Cemara, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (4/9).
Ia menjelaskan, ketika gerakan tersebut diimplementasikan dalam mimbar bebas maka memunculkan polemik karena ada masyarakat yang menolak. Apalagi, ia mengatakan, dalam konsentrasi massa itu ada ujaran kebencian atau hate speech, fitnah, dan hoaks.
"Itu kan problem-nya. Masalahnya bukan di hastag, tetapi forum itu,” kata dia.
Baca Juga: Syarief: Tidak Ada UU yang Dilanggar dari #2019GantiPresiden
Karena itu, Arsul mengapresiasi jika gerakan #2019GantiPresiden diganti dengan #2019PrabowoPresiden. Menurut dia, hal itu lebih beradab, tidak provokatif, dan gentle.
Ia menilai, masyarakat telah mengetahui hanya ada dua pasangan yang akan berkompetisi pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, yakni pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Karena itu, tagar yang digunakan relawan semestinya mengusung dua nama itu.
"Boleh #2019PrabowoPresiden atau #Jokowi2Periode, ya sudah itu saja. Jadi tidak menimbulkan ketegangan-ketegangan," kata dia.
Polemik tagar ini menyeruak setelah adanya penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di Pekanbaru dan Surabaya. Polri pun menyampaikan penyampaian pendapat di muka umum dilindungi undang-undang asalkan tidak mengesampingkan lima faktor.
Pertama, dalam menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak dan kebebasan orang lain. Kedua, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum.
Ketiga, menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, menjaga dan menghornati keamanan dan ketertiban umum. Kelima, menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Kepolisian sudah menyatakan akan memperbolehkan tanda pagar (tagar) atau hashtag mendukung atau kontra presiden. Dengan catatan, tidak ada pihak yang mempermasalahkan tagar tersebut.
Jokowi juga sempat menyebut Indonesia memang negara demokrasi yang menjamin warganya berpendapat dan berkumpul, tetapi tetap ada batasan. Salah satunya adalah ketertiban sosial dan menjaga keamanan. “Aturan-aturan. Artinya apa? Polisi melakukan sesuatu itu untuk apa? Pertama, ketertiban sosial untuk menjaga keamanan," kata Jokowi.
Hal ini, menurut Jokowi, karena terjadi penolakan gerakan tagar 2019 Ganti Presiden. Jokowi mengungkapkan, aparat kepolisian sudah sesuai dalam menjalankan tugas seperti melakukan pencegahan agar tak terjadi konflik dan meluas di masyarakat.