Senin 03 Sep 2018 17:42 WIB

Perbaiki Kualitas Udara, Pemkot Tambah Ruang Terbuka Hijau

Penyumbang terbesar polusi udara di Kota Yogyakarta yaitu asap kendaraan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kemacetan di Kota Yogyakarta.
Foto: Nico Kurnia Jati.
Kemacetan di Kota Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dalam upaya memperbaiki kualitas udara di Yogyakarta, Pemerintah Kota Yogyakarta menambah ruang terbuka hijau publik (RTHP) yang akan dirampungkan pada pertengahan Oktober 2018 ini. Untuk itu, Kasie Pengelolaan RTHP Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Rina Ariyati Nugraha mengimbau agar seluruh pihak dapat bersinergi menjaga dan merawat RTHP baik yang sudah ada maupun RTHP yamg sedang dalam proses pembangunan.

"Mohon masyarakat bisa menggunakannya (RTHP) sebaik mungkin dan membantu perawatannya juga. Kalau perawatan ringan bisa dilakukan oleh masyarakat," kata Rina, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (3/9).

Rina mengungkapkan, perawatan yang bisa dilakukan oleh masyarakat di antaranya dengan menjaga kebersihan dan menyiram tanaman yang ada di RTHP. Sementara, untuk pemangkasan maupun penggantian tanaman hingga pemupukan akan dilakukan oleh tenaga dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta.

"Kalau perawatan beratnya itu ada di Dinas LH, seperti mangkas-mangkas, penggantian tanaman kemudian pupuk tanaman. Tapi kalau sekadar nyiram atau nyapu itu bisa masyarakat. Karena tenaga kita terbatas, jadi diharapkan juga kesadaran dari masyarakat," ujarnya.

Walaupun begitu, kesadaran masyarakat untuk menjaga dan merawat RTHP sangat tinggi. Bahkan, dari 38 RTHP yang sudah ada sebelumnya dan juga ditambah dengan tiga RTHP yang akan rampung pada Oktober ini, masyarakat masih meminta untuk memperbanyak RTHP di Yogyakarta.

"Permintaan masyarakat itu tinggi yang mengajukan (penambahan RTHP). Kita membangun RTHP juga berdasarkan permintaan masyarakat, kita ada sosialisasi dengan masyarakat pengen apa gitu. Kita jangan sampai membuat itu tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat boleh usul, nanti kita sesuaikan," tambahnya.

Seperti diketahui, kualitas udara Kota Yogyakarta dinilai semakin menurun, bahkan melebihi ambang batas baku mutu udara. Kepala Seksi Penataan dan Pemantauan Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta, Magaliasih, mengungkapkan penyumbang terbesar polusi udara di Kota Yogyakarta yaitu kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

"Polusi udara memang (terjadi) di perkotaan. Dan penyumbang polusi itu kan daru kendaraan ya. Sehingga sangat wajar kalau perempatan yang macet itu mengalami kualitas udara menurun," kata Magaliasih, di Gedung Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Yogyakarta, Selasa (28/8) lalu.

Ia menuturkan, kualitas udara yang menurun pada umumnya berada di perempatan jalan raya yang memang padat kendaraan. Hal tersebut diperparah dengan pohon yang tidak terlalu banyak untuk dapat menyaring udara.

"Perempatan Gejayan, itu juga kualitas udaranya menurun. Saya kira wajar ya karena memang daerah yang sering padat kendaraan. Titik Nol itu juga salah satu tempat yang sering mengalami kualitas udaranya menurun, tapi hanya pada jam-jam sibuk," katanya.

Sementara itu, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengungkapkan, Pemerintah Kota Yogyakarta menambah 19 titik RTHP di Kota Yogyakarta di 2018 ini. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi polusi udara di Kota Yogyakarta yang semakin menurun.

"(Penurunan kualitas udara) Ini memang merupakan problem kita di kota sebagai pusat seluruh aktifitas masyarakat di DIY, kalau kendaraan berpusat ada di Yogyakarta. Kita mencoba untuk terus memperbaiki kualitas udara kita dengan memperbanyak tanaman-tanaman hijau. Termasuk kita memperbanyak ruang terbuka hijau," kata Heroe, saat ditemui di Taman Pintar Yogyakarta, Jumat (31/8).

Ia menuturkan, saat ini pemerintah masih berupaya menyelesaikan program ruang terbuka hijau tersebut agar dapat selesai secepatnya. Namun, masih ada beberapa kendala yang terjadi, diantaranya masyarakat yang tidak mau menjual tanahnya untuk kepentingan umum tersebut.

"Sekarang ada kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya kita mempunyai ruang terbuka hijau publik. Sementara ada masyarakat yang tidak mau menjual tanah dan kita tidak bisa menindaklanjuti. Ada beberapa ruang terbuka hijau yang belum mencapai kata sepakat," tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement