Senin 03 Sep 2018 16:13 WIB

Saksi Sebut Serahkan Uang ke Keponakan Setnov

Saksi mengaku memberikan titipan dari Fayakhun kepada keponakan Setnov.

Terdakwa anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi (kiri) mendengarkan keterangan saksi saat mengikuti sidang lanjutan kasus suap pengadaan 'satelite monitoring' Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/9). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK.
Foto: ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Terdakwa anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi (kiri) mendengarkan keterangan saksi saat mengikuti sidang lanjutan kasus suap pengadaan 'satelite monitoring' Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/9). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agus Gunawan yang merupakan staf dari politikus Golkar Fayakhun Andriadi mengaku pernah menyerahkan uang ratusan ribu dolar Singapura kepada keponakan mantan ketua umum Partai Golkar Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo. Awalnya, Agus mengaku tidak tahu sosok Irvan.

“Belakangan, ternyata dia keponakan Pak Novanto. Saat itu saya mendampingi Pak Fayakhun untuk mendampingi acara Ahok di Pejaten, satu hari satu mobil, Pak Fayakhun menyuruh memberikan tas ke saya untuk kasih titipan ke Pak Irvan," kata Agus di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (3/9).

Agus menjadi saksi untuk terdakwa anggota Komisi I DPR non-aktif Fayakhun Andriadi. Fayakhun didakwa menerima suap 911.480 dolar AS dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk pengadaan satelit monitoring dan drone APBN Perubahan 2016.

"Saya dari Pejaten ke Kemang naik ojek, lalu ketemu di showroom-nya Pak Irvan kurang lebih saya menunggu 10-15 menit, lalu Pak Irvan dateng, setelah datang saya dibawa ke ruangan sebelah kanan," tambah Agus.

Agus lalu memberikan titipan dari Fayakhun kepada Irvanto. Irvanto saat ini sedang menjalani sidang sebagai terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-Elektronik.

"Setelah itu Pak Irvan membuka tas, ada lima bundel dolar Singapura, kurang lebih nilainya 100-500 ribu dolar Singapura," kata Agus.

photo
Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik yang juga keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, tiba di Gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (25/6). 

Saat pulang dari showroom itu, Agus pun kembali satu mobil dengan Fayakhun. Uang itu berasal dari 1 persen dari total total fee yang harus diberikan 7 persen dari total anggaran proyek satelit monitoring (satmon) dan drone yang seharusnya senilai Rp 1,2 triliun yang dapat dikerjakan Fahmi.

Dalam dakwaan disebutkan fee itu diberikan menggunakan mata uang asing yaitu sebesar 300 ribu dolar AS ke rekening penukaran uang di Hong Kong. Pengirimannya dipecah menjadi dua, yaitu pertama 200 ribu dolar AS ke Hangzhou Hangzhong Plastic Co.Ltd dan kedua 100 ribu dolar AS ke Guangzhou Ruiqi Oxford Cloth Co.Ltd sebesar 100 ribu dolar AS pada 9 Mei 2016.

Sisa fee dikirim melalui rekening Omega Capital Aviation Limited di Bank UBS Singapura sebesar 110 dolar AS. Kemudian, Abu Djaja Bunjamin di Bank OCBC Singapura sebesar 490 ribu dolar AS pada 23 Mei 2016 dari rekening Bank BNI atas nama Fahmi Darmawansyah.

Selain memberikan ke Irvanto, Fayakhun juga pernah memberikan uang ke Sekretaris DPD Golkar DKI Jakarta Basri Bacho sebesar Rp 800 juta. "Pernah memberikan uang kurang lebih Rp800 juta, diminta untuk ambil rupiah ke Ci Ketty ada 800 juta, itu buat Basri Bacho, kenalan Pak Fayakhun di Golkar," kata Agus. Ci Ketty yang dimaksud adalah Lie Ketty Pemilik Toko Serba Cantik Melawai.

Atas perbuatannya itu Fayakhun didakwa dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo  Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp 200 juta maksimal Rp 1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement