Ahad 02 Sep 2018 23:05 WIB

Perludem: Ambang Batas Parlemen Buat Pemilu Sengit

Ambang batas parlemen untuk pilpres 2019 adalah sebesar empat persen.

Direktur Perludem Titi Anggraini
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Direktur Perludem Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) Pemilu 2019 sebesar empat persen akan membuat perhelatan pemilu semakin sengit. Ketentuan tersebut mendorong partai politik untuk bekerja keras mempertahankan suara yang mungkin hilang menyusul adanya partai baru.

"Karena dengan ambang batas itu ada partai politik baru yang memungkinkan merebut suara pemilih partai lama," kata Titi, di Jakarta, Ahad, menanggapi ambang batas parlemen Pemilu 2019.

Menurutnya, suara masyarakat akan terdistribusi kepada 16 partai yang lolos verifikasi. Ia menilai ada kemungkinan partai yang kini ada di parlemen tidak terpilih lagi.

Ambang batas empat persen membuat satu parpol harus mengumpulkan sebanyak lima juta suara untuk masuk ke palemen. Jumlah itu cukup besar dan akan membuat partai baru bekerja keras memenuhi kuota tersebut.

Partai baru yang lolos di Pemilu 2019 antara lain, Partai Berkarya, Partai Garuda, dan Partai Solidaritas Indonesia. Titi memprediksi, ambang batas yang tinggi dan jumlah parpol yang bertambah akan membuat banyak suara masyarakat dalam Pemilu 2019 menjadi terbuang.

"Masyarakat sudah memilih, tapi parpolnya tidak lulus ambang batas parlemen maka suara masyarakat menjadi terbuang dan tidak terhitung," ucapnya.

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara Margarito menilai, ambang batas parlemen dan presiden belum tepat diterapkan untuk Pemilu 2019. "Mungkin tidak. Sebab, (aturan tersebut, red) tidak punya dasar posisional sama sekali," katanya.

Menurut Margarito, akan sulit menerapkan aturan ambang batas pada Pemilu 2019 karena pelaksanaan pemilu legislatif dan pilpres akan dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, penetapan angka sebagai ambang batas menjadi tidak relevan, kecuali, pemilu dilangsungkan tidak secara serentak.

Baca juga: MK Didesak Segera Proses Uji Materi Ambang Batas Pencapresan

Ia mengimbau pada Pemilu 2019 sebaiknya belum menerapkan ambang batas, baik pada pemilihan legislatif maupun pilpres. Sementara itu, pengamat Hukum dari Universitas Indonesia Rahmat Bastian menilai secara konstitusi, ambang batas parlemen mengebiri aspirasi rakyat.

Ia memandang ebijakan itu akan memperkecil nilai dan kualitas hak memilih satu pemilih. Hitungannya, 100 persen suara pemilih menjadi tidak bulat dan hanya tersisa sekitar 0,4 persen saja.

"Jadi kalau menurut pendapat saya, akibatnya akan ada sekitar 3,99 persen dikali jumlah parpol yang kalah dikali suara rakyat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) resmi yang hak pilihnya teranulir," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement