Kamis 30 Aug 2018 08:27 WIB

LRT tak Dibuka untuk Umum Sebelum Skema Jelas

Saat ini ada dua skema yang masih dipertimbangkan.

Rep: Sri Handayani/ Red: Friska Yolanda
Para petugas menaiki kereta light rail transit (LRT) saat uji coba di Stasiun LRT Velodrome, Jakarta, Rabu (15/8).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Para petugas menaiki kereta light rail transit (LRT) saat uji coba di Stasiun LRT Velodrome, Jakarta, Rabu (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Light Rail Transit (LRT) Allan Tandiono mengatakan LRT tak akan dioperasionalkan secara umum sebelum ada penetapan skema kerja sama antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan PT Jakarta Propertindo (JakPro). Skema itu akan memperjelas pengelolaan LRT setelah selesai dibangun. 

"Sekarang kita tunggu penetapan skema kerja sama antara Pemprov DKI dan JakPro," kata Allan di Stasiun Velodrome, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (29/8). 

Allan menjelaskan, saat ini ada dua skema yang masih dipertimbangkan. Pertama, skema bangun-serah-guna atau build transfer operate (BTO). BTO merupakan skema pendanaan proyek dimana entitas swasta menerima konsesi dari pihak lain untuk mendanai, merancang, membangun, dan mengoperasikan suatu fasilitas. Model ini memungkinkan penerima konsesi mendapatkan kembali investasi dan biaya operasi serta pemeliharaan yang dikeluarkan dalam suatu proyek. 

Skema kedua yaitu bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT). Skema ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Dalam dokumen regulasi tersebut, skema ini juga disebut BGS.  

BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Setelah jangka waktu perjanjian berakhir, aset itu diserahkan kembali ke pemerintah. 

Hasil pembahasan ini nantinya akan mempengaruhi tarif yang ditetapkan untuk layanan LRT. "DKI perlu menetapkan apakah itu BTO atau BOT.  Kalau BOT, investasi JakPro lebih besar dan kita harus menghitung faktor depresiasi aset jadi tarif operator lebih tinggi. Dengan demikian perumusan subsidi akan berbeda jadi lebih besar. Tapi kalau BTO kalau aset memang di pemerintah kita hanya investasi kereta, sarana di pemerintah sehingga bebas subsidi.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement