Rabu 29 Aug 2018 14:15 WIB

Demokrat: Aneh Jika tak Ada Ajakan Ganti Presiden

Kedua kubu diminta mengkondisikan relawannya agar tetap kondusif.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Muhammad Hafil
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).
Foto: Antara/Didik Suhartono
Polisi mengamankan seorang pemuda dari amukan massa saat aksi yang melibatkan dua kubu yang mendeklarasikan #2019 Ganti Presiden dan kubu yang menentang dan menyerukan cinta NKRI, di Jalan Indrapura, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (26/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA –  Aksi #2019GantiPresiden dan tandingannya masih memanas di tengah masyarakat. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan berpendapat, hal itu merupakan hal biasa sebagai ruang dari proses demokrasi. Perdebatan untuk ‘ganti’ atau ‘tetap’ merupakan isu yang tak bisa terhindarkan dalam siklus lima tahunan pergantian pemimpin.

“Agak aneh juga kalau tidak ada isu itu (ganti presiden). Jadi lihatlah susbtansinya dan memang sudah ruangnya. Maksud gerakan itu kan bila tiba 2019 maka ganti presiden,” kata Hinca kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/8).

Hinca mengatakan, tidak mungkin kubu pejawat Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin yang menyerukan ganti pemimpin dan kubu penantang, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyerukan tetap Jokowi. Oleh karena itu, dinamikan yang terjadi di masyarakat saat ini merupakan suatu masa yang wajar. Ia mengatakan, tinggal bagaimana selanjutnya kedua pasangan calon dan pengusungnya menyiapkan gagasan ide untuk kemajuan bangsa.

Tren penggunaan hastag atau tanda tagar di media jejaring sosial, lanjut dia, mulai populer sejak tiga tahun terakhir. Bertepatan dengan kemajuan teknologi, era demokrasi pun semakin terbuka dan fasilitas hashtag ikut dimanfaatkan dalam menyuarakan aspirasi. “Jadi tagar itu hanya salah satu bagian saja. Buat saya asyik-asyik saja,” ujar dia.

Baca juga: Bos First Travel Beberkan Skandal di Balik Kasusnya

Ia pun tak khawatir gerakan #2019GantiPresiden bakal mencederai citra Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Terlebih terhadap citra partai demokrat sebagai salah satu partai pengusung. Sebab, kata Hinca, gerakan tersebut merupakan kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh undang-undang. “Kami selalu menyadari bahwa kebebasan berpendapat itu adalah mutlak dalam berdemokrasi,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Populi Center Usep Saiful Ahyar menilai, seyogianya kedua pasangan calon dan partai pengusungnya ikut mengkondisikan para relawan masing-masing agar tetap kondusif. Sebab, jika dibiarkan, pihak yang pro dan kontra terhadap #2019GantiPresiden akan semakin menyebar sentimen negatif. Itu hanya membuat proses demokrasi jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) jadi tidak produktif.

“Jangan lepas tanggung jawab. Kedua-duanya juga harus mampu menahan diri. Ini adalah kepentingan besar. Kampanye seyogianya lebih cerdas dan programatik,” kata dia.

Ia mengatakan, agar sebaiknya para pendukung menjurus kepada nama yang diunggulkan. Para relawan pun lebih baik memberikan alasan rasional kepada masyarakat mengapa harus mengganti presiden atau mempertahankan pejawat. Bagi pihak yang tak setuju dengan #2019GantiPresiden, pun agar menghindari cara-cara kekerasan dalam melakukan perlawanan.

“Apa yang kita tunggu itu apa yang ditawarkan kedua paslon untuk kepentingan bangsa. Ini malah pokoknya ganti presiden, satu lagi pokoknya tidak ganti presiden. Ini justru semakin memperlebar sentimen negatif itu,” tutur Usep.

Baca juga: Mengapa Deddy Mizwar Jadi Jubir Jokowi-Ma'ruf?

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement