Kamis 23 Aug 2018 13:14 WIB

Hampir 100 Persen Wilayah Indonesia Masuki Musim Kemarau

Musim kemarau diperkirakan berlangsung hingga akhir Oktober.

Akibat kemarau, seorang petani menyirami tanaman sayurannya dengan menggunakan selang cukup panjang di Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (6/8)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Akibat kemarau, seorang petani menyirami tanaman sayurannya dengan menggunakan selang cukup panjang di Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Senin (6/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  menyatakan hampir 100 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Hal tersebut berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG menunjukkan hingga pertengahan Agustus 2018.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal mengatakan 95,03 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Sisanya yang 4,97 persen masih mengalami musim hujan. Adapun musim kemarau diprediksikan akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018.

Pantauan BMKG terhadap deret hari tanpa hujan sebagai indikator kekeringan meteorologis awal menunjukkan deret hari tanpa hujan (HTH) kategori sangat panjang (31-60 hari) hingga ekstrem (lebih 60 hari). Hal ini umumnya terjadi sebagian besar di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, meskipun di beberapa daerah sudah terpantau terdapat jeda hari hujan.

Baca juga, BMKG: Titik Panas Meningkat Akibat Kemarau Meluas

Di sebagian Sumatera bagian Selatan, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, pengaruh meluasnya musim kemarau itu juga ditunjukkan oleh munculnya beberapa daerah yang telah mengalami HTH kategori menengah (11-20 hari) hingga panjang (21-30 hari).

"Kondisi kering itu diikuti oleh kemunculan hotspot yang memicu kejadian kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara," katanya pada Kamis (23/8).

Awal pekan ini, kata Herizal, pantauan alat kualitas udara di Stasiun Klimatologi Mempawah menunjukkan konsentrasi Particulate Matter (PM10) tertinggi sebesar 356.93 mikrogram per meter persegi yang artinya masuk dalam kategori berbahaya. "Pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) tercatat kurang dari 100 meter," tambah dia.

BMKG memprediksi kondisi tersebut akan relatif berkurang dalam waktu beberapa hari ke depan. Namun demikian, lanjut Herizal, tetap diperlukan kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisasi dampak. 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement