Senin 20 Aug 2018 19:06 WIB

KPAI: Trauma Healing Harus Disesuaikan Kebutuhan Anak

Setiap anak memiliki trauma yang berbeda-beda.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Andi Nur Aminah
ACT memberika trauma healing pada para korban gempa khususnya anak-anak dan warga lanjut usia.
Foto: ACT
ACT memberika trauma healing pada para korban gempa khususnya anak-anak dan warga lanjut usia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto menyatakan, trauma healing bagi anak-anak korban gempa di Lombok penting dilakukan secara berkala. Namun dia juga menegaskan, trauma healing yang diberikan harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak bukan figeneralisasi.

Trauma healing harus ada agar anak-anak pulih dari dampak psikis akibat gempa yang terjadi. Namun trauma healing bukan dilakukan oleh KPAI karena mandatnya lebih pada pengawasan, jadi saya meminta agar trauma healing itu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak,” kata Susanto saat dihubungi Republika.co.id Senin (20/8).

photo
Polwan polres Lotim melaksanakan trauma healing kepada anak-anak korban gempa bumi di Desa Obel Obel, Lombok Timur, Rabu (8/8).

Dia mengatakan, setiap anak memiliki trauma yang berbeda-beda. Karena itu sebelum melakukan trauma healing, perlu ada penilaian kondisi psikis setiap anak. Dengan begitu, Susanto mengatakan, trauma healing yang diberikan akan lebih efektif menekan rasa trauma pada anak korban musibah gempa yang terus-menerus menerpa Lombok. “Assesment awal harus dilakukan kepada semua anak, dengan berbagai keragaman kondisi psikisnya,” jelas dia.

Selain anak yang mengalami trauma akibat gempa yang terus mengguncang Lombok, warga Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku terus dilanda kecemasan akan gempa bumi susulan yang sewaktu-waktu bisa kembali terjadi di daerah itu. "Jangankan mau berlama-lama di dalam rumah, kita mau membuang air kecil saja takutnya minta ampun," ujar salah satu warga Fitriati (36) warga Lingkungan Karang Buaya, Kelurahan Pagutan Timur, Kota Mataram.

photo
Seorang relawan bermain bersama anak-anak saat melakukan trauma healing (ilustrasi) 

Fitriati menuturkan, sejak gempa bumi melanda NTB, khususnya Pulau Lombok, ia dan keluarga selalu diliputi rasa was-was dan cemas. Terutama pada saat malam hari. Terlebih lagi, jika mengingat gempa 7 Skala Richter (SR) yang berpusat di Kabupaten Lombok Timur pada Ahad (19/8) malam. "Astagfirullahalazim, kalau mengingat kejadian semalam. Terasa jantung mau copot," kata dia.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement