Senin 20 Aug 2018 18:22 WIB

Status Gempa Lombok tidak Dinaikkan Jadi Bencana Nasional

Penanganan dampak gempa Lombok akan diintensifkan.

Red: Nur Aini
Sejumlah warga terdampak gempa bumi duduk di teras rumah kayu di Dusun Tereng Tepus, Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, NTB, Jumat (17/8). Sebagian warga yang terdampak gempa dan bermukim di atas bukit di wilayah Lombok Utara hingga saat ini belum mendapatkan bantuan karena terkendala akses jalan untuk membawa logistik ke lokasi tersebut.
Foto: Antara
Sejumlah warga terdampak gempa bumi duduk di teras rumah kayu di Dusun Tereng Tepus, Desa Sukadana, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, NTB, Jumat (17/8). Sebagian warga yang terdampak gempa dan bermukim di atas bukit di wilayah Lombok Utara hingga saat ini belum mendapatkan bantuan karena terkendala akses jalan untuk membawa logistik ke lokasi tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan status gempa di Lombok dan sekitarnya tidak akan dinaikkan menjadi bencana nasional. Akan tetapi, penanganannya akan diintensifkan.

"Supaya tidak salah persepsi, kalau kita menyatakan bencana nasional berarti bencana itu adalah seluruh nasional RI dan menjadikan travel warning negara negara bukan hanya ke Lombok tapi bisa ke Bali dampaknya luar biasa yang biasanya tidak diketahui oleh publik. Maka penanganannya seperti bencana nasional," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin (20/8).

Gempa bumi beruntun mengguncang Lombok sejak tiga pekan lalu dengan kekuatan yang cukup besar. Gempa bumi kembali terjadi dengan kekuatan 6,9 SR pada Ahad (19/8) pukul 19.56 WIB menimbulkan guncangan keras di Lombok Timur dan Lombok Utara dengan intensitas VI-VII MMI (kuat).

Untuk penanganan gempa di Lombok, pemerintah akan menerbitkan instruksi presiden (Inpres). "Kalau Inpres kan Instruksi Presiden kepada seluruh menteri dan jajaran ke bawah. Itu jauh lebih efektif dan kita punya pengalaman kebetulan pada saat gempa di Pidie, Aceh itu kan penangannya jauh lebih cepat," ujarnya.

"Inpres itu memberikan mandat kewenangan kepada Menteri PUPR, BNPB (Badan Nasional untuk melakukan penanganan itu. Pelaksanaan di lapangan melibatkan TNI/Polri supaya ada kaki di bawah itu, jadi supaya tidak salah karena begitu bencana nasional dampaknya luar biasa," kata Pramono menambahkan.

Pramono mengatakan Inpres itu masih dalam tahap finalisasi. "Hari ini finalisasi mudah-mudahan besok naik ke Presiden," ujarnya.

Penanganan gempa tersebut, kata dia, akan dilakukan secara intensif. Dampak gempa akan ditangani layaknya bencana nasional. "Penanganannya persis dengan penanganan bencana nasional tapi kalau status itu harus ada kajian mendalam karena begitu dinyatakan bencana nasional maka seluruh Pulau Lombok akan tertutup untuk wisatawan dan itu kerugiannya lebih banyak," tutur Pramono.

Menteri PUPR dan BNPB dibantu dengan TNI Polri, kata dia, agar segera menangani kerusakan termasuk membangun sekolah, rumah ibadah, mengganti rumah terdampak dengan pembagian ringan, sedang, dan berat. Sehingga, penanganannya seperti bencana nasional.

"Dana taktis dari BNPB, menteri keuangan, tapi yang pasti dana taktisnya mencukupi. Kerusakan rumah itu akan diganti range-nya Rp 10 juta, Rp 25 juta, Rp 50 juta. Sudah ada pendataan sementara tapi karena ada tambahan gempa dan sebagainya maka pasti bertambah," ungkap Pramono.

Menurut Pramono, bantuan dari beberapa negara sahabat juga sudah mengalir. Akan tetapi, dia mengatakan ketika pihak asing menawarkan secara langsung kepada korban terdampak perlu ada keterlibatan negara.

Sedangkan, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Panjaitan mengatakan bahwa inpres tersebut juga ditujukan agar tidak menimbulkan kepanikan dan travel warning dari negara-negara lain.

"Kalau pakai terminologi bencana nasional nanti 'travel warning', kan jadi repot, tapi kalau standar penanganannya sudah sama semua. Pengalaman kita waktu di Bali begitu kita mengatakan bencana nasional, langsung (wisatawan) lari. Padahal 'treatment'-nya sama saja," ujar Luhut.

Presiden sudah mengunjungi daerah tertimpa gempa di Lombok pada 13-14 Agustus 2018 lalu. Presiden antara lain meninjau bangunan RSUD Tanjung dan Pasar Tanjung, posko pengungsian di halaman Polsek Pemenang, Kecamatan Pemenang, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.

Data sementara yang berhasil dihimpun Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Senin (20/8) pukul 10.45 WIB, tercatat 10 orang meninggal dunia, 24 orang luka-luka, 151 unit rumah rusak (7 rusak berat, 5 rusak sedang, 139 rusak ringan), dan enam unit fasilitas ibadah. 

Dari 10 orang meninggal dunia akibat gempa 6,9 SR berasal dari Kabupaten Lombok Timur 4 orang, Lombok Barat 1 orang, Sumbawa Besar 5 orang, dan Sumbawa Barat 1 orang. Tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, ESDM, dan relawan masih melakukan evakuasi.

Kendala listrik padam total menyebabkan komunikasi dan pendataan terhambat. Tercatat 101 kali gempa susulan sudah berlangsung dengan 9 kali gempa dirasakan hingga pukul 11.00 WITA pada Senin ini.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement