REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sejarah penanggulangan terorisme di dunia, pemerintah Indonesia telah membuktikan bahwa pendekatan lunak melalui aspek kemanusiaan dapat meredam aktivitas terorisme.
"Salah satunya, tahun lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengumpulkan lebih dari 100 orang yang terdiri dari mantan mantan narapidana terorsime dan keluarga korban dalam satu forum acara Silaturrahmi Kebangsaan untuk saling memaafkan dan menghapus sejarah kelam masa lalu," ujar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius, MH dalam paparannya pada acara The 7th World Peace Forum (WPF) dengan tema the Middle Path for the World Civilization di Jakarta, Kamis (16/8).
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerjasama Antar Agama dan Peradaban (UKP-DKAAP) kerjasama dengan Center for Dialog and Cooperation Among Civilization (CDCC) dan Chengho Multi Culture and Education Trust (CMCET) dari Malaysia.
Kegiatan yang telah digelar selama tiga hari (14-16 Agustus) ini dihadiri sejumlah tokoh agama dari berbagai negara seperti Eropa, Arab, Afrika dan Asia termasuk dari Jepang, Korea dan China. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun dan memperkuat dan mengarusutamakan jalan tengah dalam menciptakan peradaban dunia yang damai dan aman serta menghindari benturan peradaban yang diakibatkan oleh perbedaaan keyakinan dan keagamaan. Salah satu problem utama peradaban saat ini yang sangat erat dengan pandangan keagamaan adalah terorisme.
Dalam kegiatan ini BNPT diundang untuk menyampaikan pengalaman bangsa ini dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme. Suhardi menegaskan keberhasilan pemerintah dalam menangani terorisme selama ini karena mampu mengedepankan strategi lunak melalui pendekatan kemanusiaan. Hal ini tentu saja berbeda dengan negara-negara lain yang lebih banyak mengandalkan pendekatan keras melalui penegakan hukum dan militeristik.
“Saling memaafkan antara pelaku dan korban aksi terorisme merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengikis dan menyelesaikan isu isu terorisme dan radikalisme di Indonesia. Metoda ini cukup efektif dalam menumbuhkan semangat kebersamaan antara kedua pihak dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam membangun masyarakat indonesia yang lebih aman dan damai tanpa ada perasaan bersalah dan minder dengan masyarakat biasa," katanya.
Lebih lanjut, Suhardi mengatakan bahwa mengedepankan pendekatan lunak tentu merupakan proses cukup berat. Namun perpaduan dengan pendekatan budaya lokal mampu mendorong efektifitas pendekatan lunak. Saling memaafkan merupakan budaya bangsa ini yang dapat dijadikan sarana dalam menguatkan hubungan pelaku teror dan korban.
“Saling memaafkan dan bertukar kisah dan kehidupan masing masing cukup memberikan kesan bagi kedua pihak dan mendapat dukungan dari pemerintah sehingga masalah masalah yang dihadapi pasca aksi dapat diselesaikan secara bersama.” kata Suhardi.
Suhardi menambahkan selain pendekatan budaya lokal, BNPT juga melakukan berbagai langkah pencegahan dengan menggunakan pendekatan pendekatan literasi dan sosialisasi ancaman terorisme. Salah satunya pelibatan semua pihak termasuk anak-anak muda milineal dalam pencegahan paham radikalisme terorisme, terutama di dunia maya.