REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Satu Peta (KSP) dinilai mampu mewujudkan perencanaan pembangunan nasional holistik. Kebijakan ini merupakan upaya untuk mendukung terwujudnya satu peta yang mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, yang juga Ketua Tim Percepatan Pelaksanaan KSP (PKSP) mengatakan inisiasi pelaksanaan PKSP akan menjadi momentum besar bagi negara untuk melakukan perbaikan data geospasial di seluruh Indonesia. Hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dalam pengambilan kebijakan nasional.
Sementara itu, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Zainal Abidin, yang juga Ketua Tim Pelaksana KSP, menyatakan bahwa di Indonesia terdapat banyak peta tematik yang dibuat oleh Kementerian atau Lembaga (K/L) yang dibuat berdasarkan peta dasar yang memiliki sumber bermacam-macam. Hal ini menimbulkan permasalahan untuk proses perencanaan pembangunan secara nasional.
Akibatnya, banyak terjadi tumpang tindih yang mengakibatkan konflik sosial. Konflik-konflik ini dapat menghambat pembangunan nasional dan di sisi lain bisa terjadi pemborosan sumber daya alam.
Presiden Joko Widodo sendiri, secara tegas telah memberikan arahan dalam sidang Kabinet Paripurna, bahwa KSP harus segera dikerjakan dan diimplementasikan. Arahan ini telah disampaikannya pada 27 Oktober 2014 yang lalu.
Presiden menyadari betul bahwa Informasi Geospasial Tematik (IGT) yang sudah menjadi satu peta, bisa menjadi landasan dalam perizinan lahan, program pembangunan infrastruktur dan lainnya, yang juga berdampak pada pembangunan ekonomi nasional.
Pada 2 Februari 2016, arahan Presiden tersebut dipertegas lagi dengan Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1: 50.000 (Perpres 9/2016), sebagai upaya penyelesaian konflik pemanfaatan ruang, mendukung pelaksanaan pembangunan nasional yang efisien dan mendukung terwujudnya Agenda Prioritas Nawacita. Perpres 9/2016 dilengkapi dengan lampiran rencana aksi yang dikoordinasikan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.