Rabu 15 Aug 2018 17:31 WIB

Selama 13 Tahun, KY Terima 16 Ribu Aduan Pelanggaran Hakim

Banyak laporan yang tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak dapat direfister.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi.
Foto: dok. Pribadi
Juru Bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial selama 13 tahun atau sejak 2005 silam telah menerima lebih dari 16 ribu laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dan 18 ribu surat tembusan. Kendati demikian, banyaknya jumlah laporan tersebut tidak dibarengi dengan kualitas.

Juru Bicara KY Farid Wajdi mengatakan secara kuantitas, laporan yang masuk ke KY semakin banyak jumlahnya, tetapi tidak secara kualitas. Hal ini menjadi 'pekerjaan rumah' bagi KY dan penghubung KY di 12 provinsi untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi terkait wewenang dan tugas KY, serta tata cara laporan pengaduan dugaan pelanggaran KEPPH. 

"KY akan terus mengintensifkan edukasi publik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, serta pemanfaatan media sosial," kata dia, Rabu (15/8).

Farid menambahkan penerimaan laporan tertinggi di KY terjadi pada 2013, tetapi secara umum jumlah laporan ke KY meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2013, KY pernah menerima 2.193 laporan.

Setahun kemudian atau pada 2014, penerimaan laporan turun menjadi 1.781 laporan. Pada 2015, laporan yang diterima KY kembali turun menjadi sebanyak 1.491 laporan.

Namun, setahun berselang atau pada 2016, laporan meningkat menjadi sebanyak 1.682 laporan. Sedangkan, pada 2017 ada 1.473 laporan.

"Namun, tidak semua laporan tersebut dapat diregistrasi karena perlu dilakukan verifikasi kelengkapan persyaratan secara formil dan materiil sebagai syarat diregistrasi," kata dia.

Farid menambahkan, banyak laporan yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sehingga tidak dapat diregistrasi. Selain itu, banyak juga laporan yang digugurkan karena bukan menjadi kewenangan KY. 

Pada 2005 dan 2006, semua laporan yang masuk telah diregistrasi, yaitu sebanyak 388 dan 473 laporan. Sedangkan pada 2007-2011 persentase laporan yang dapat diregister sekitar 40 sampai 50 persen. Dengan rincian 228 laporan pada 2007, 330 laporan pada 2008, 380 laporan pada 2009, 613 laporan pada 2010, dan 740 laporan pada 2011. 

Farid menjelaskan, pada 2012-2017, persentase laporan yang dapat diregister kurang dari 40 persen. Rinciannya, 577 laporan pada 2012, 709 laporan pada 2013, 545 laporan pada 2014, 361 laporan pada 2015, 416 laporan pada 2016, dan 411 laporan pada 2017.

"Pada periode Januari-Juni 2018, laporan yang dinyatakan memenuhi syarat untuk diregistrasi berjumlah 175 laporan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement