Senin 13 Aug 2018 14:38 WIB

Habib Yaman, Sukarno-Hatta, dan Kampanye Presiden

Menyambut peringatan kemerdekaan dan masa kampane pemilu lihatlah kearifan sejarah.

Soekarno-Hatta dan anggota Kabinet pertama RI.
Foto: Wikipedia
Soekarno-Hatta dan anggota Kabinet pertama RI.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Pengorbanan para pendiri bangsa memang luar biasa serta menjadi bekal laksana mata air yang terus merembes. Semua tokoh dalam kisah hidupnya bertaruh nyawa dan siap hidup menderita meski semuanya punya peluang untuk menjadi ‘menak’ atau priyayi kolonial sangat terbuka.’’Memimpin adalah menderita,’’ jargon Agus Salim yang mengutip pepatan kuno Belanda: eiden is lijden.

eiden is lijden!"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Leiden is lijden", karena Pemimpin Tak Lahir dari Zona Nyaman!", https://edukasi.kompas.com/read/2016/06/03/08020011/.Leiden.is.lijden.karena.Pemimpin.Tak.Lahir.dari.Zona.Nyaman..

eiden is lijden!"

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Leiden is lijden", karena Pemimpin Tak Lahir dari Zona Nyaman!", https://edukasi.kompas.com/read/2016/06/03/08020011/.Leiden.is.lijden.karena.Pemimpin.Tak.Lahir.dari.Zona.Nyaman..

Leiden is lijden

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Leiden is lijden", karena Pemimpin Tak Lahir dari Zona Nyaman!", https://edukasi.kompas.com/read/2016/06/03/08020011/.Leiden.is.lijden.karena.Pemimpin.Tak.Lahir.dari.Zona.Nyaman..

Leiden is lijden

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Leiden is lijden", karena Pemimpin Tak Lahir dari Zona Nyaman!", https://edukasi.kompas.com/read/2016/06/03/08020011/.Leiden.is.lijden.karena.Pemimpin.Tak.Lahir.dari.Zona.Nyaman..

Yang paling unik adalah saat kemerdekaan datang. Para tokoh bangsa ini berdebat keras mengenai hendak seperti apa negara didirikan. Semua berdebat dengan argumen mantap. Sebagian ringkasan perdebatannya sudah terbit menjadi buku notulen sidang BPUPKI.

Lalu apa salah satu hal yang hebat? Di antaranya  adalah soal pemilihan presiden dan wakil presiden. Kala itu tak ada pemilu, tak ada kampanye. Pasangan pemimpin Soekarno Hatta dipilih dengan aklamasi. Kedua orang ini diangkat atas jasa dan kiprahnya yang panjang dalam perjuangan. Bahkan keduanya saling menolak kalau dilantik sendirian. Soekarno mengatakan tak mau jadi Presiden tanpa Hatta, dan Hatta pun sebaliknya dengan rela hati menyatakan hal yang sama. Inilah yang kemudian disebut jadi Dwi Tunggal sebelum pecah pada pertengahan tahun 1956-an.

Sebelumnya terjadinya penentuan presiden dan wakil presiden memang ada sedikit waktu jeda untuk membuat beberapa orang menguji diri layak atau tidak yang pada masa sekarang disebut ‘elektabilitas’. Tan Malaka sempat mengecek kepopuleran dirinya untuk menjadi presiden. Dia melakukan safari tertutup keliling Jawa. Di sana dia menemukan kenyataan memang Sukarno yang pantas menjadi Presiden. Katanya, masa rakyat memang menghendakinya.

Uniknya, meski tak sempat menjadi Presiden, penghargaan Sukarno kepada Tan Malaka tetap tinggi. Sekitar September 1945, ketika keadaan negara makin genting karena menjelang kedatangan bala Tentara Nica ada perjanjian antara Sukarno dan Tan Malaka bahwa bila dirinya ditangkap sekutu karena dianggap penjahat perang karena ikut dengan Jepang, maka Tan Malaka yang akan menggantikannya.

photo
Teks asli tulisan tangan naskah proklamasi kemerdekaan RI.(wikipedia)

Surat perjanjian ini dibawa Tan Malaka ke mana-mana selama bergerilya. Dan baru kemudian diketahui khalayak pada tahun 1962 ada dan disimpan di tangan Sayuti Melik (tokoh Murba). Kala itu dia bersama BM Diah dan Soerastri Karma (SK) Trimurti) menemui Sukarno pada suatu pagi sembari minum kopi di beranda belakang Istana Merdeka. Sembari menyerahkan surat perjanjian tersebut, mereka juga menyerahkan naskah asli teks proklamasi yang ternyata disimpan BM Diah. Padahal dahulu naskah asli rancangan proklamasi sudah semat tercecer di tempat sampah. BM Diah-lah yang menyelamatkan naskah itu karena menganggap rancangan asli coretan rancangan naskah proklamasi itu sebuah dokumen yang sangat berharga.

Sayangnya Sukarno waktu ada sedikit sikap tak berkenan. Dia malah memilih merobek surat perjanjian itu. Namun untungnya dia tak merobek naskah asli teks Proklamasi kemerdekaan yang ada tulisan tangan dan coretannya itu. Maka surat itu berhasil diselamatkan sampai sekarang.

Uniknya, pada sisi lain sikap Sukarno juga sama, yakni ketika memutuskan merobohkan rumah asli di Jalan Pegangsaan Timur yang jadi tempat proklamasi kemerdekaan.  Saat itu terdengat riuh desakan agar tanah dan bangunan yang merupakan wakaf seorang saudagar keturunan Arab yang tinggal di Indonesia bernama Faradj bin Said Awad Martak dijadikan museum. Namun Sukarno memilih meratakannya.’’Saya tak ingin jadi museum yang nantinya bisa memajang koleksi pakaian dalam saya,’’ kata Sukarno.

Alhasil rumah besar dengan halaman yang luas milik Faradj bin Said Awad Martak yang  kelahiran Hadramaut, Yaman Selatan tak berbekas. Faradj adakah putra Ali bin Fardj Martak yang dikenal sangat dekat dengan Bung Karno. Di hari kemudian sosok bangunan rumah ini hanya bisa dilihat dari foto suasana proklamasi kemerdekaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement