Ahad 12 Aug 2018 04:10 WIB

Pemerintah Harus Segera Bangun Sekolah Darurat di Lombok

Terlebih sekitar 468 sekolah dilaporkan mengalami kerusakan.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Israr Itah
 Kondisi sekolah SD 2 Jenggala  yang rusak  akibat gempa di  Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kondisi sekolah SD 2 Jenggala yang rusak akibat gempa di Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar pemerintah segera membangun sekolah darurat di daerah yang terdampak gempa di Lombok. Pemerintah harus mengutamakan hak atas pendidikan anak-anak, terlebih sekitar 468 sekolah dilaporkan mengalami kerusakan. 

"Anak-anak korban gempa harus terpenuhi haknya atas pendidikan dengan tidak mengacu pada batas penetapan situasi darurat yang akan berakhir pada 11 Agustus 2018," ucap Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Lystiarti kepada Republika.co.id, Sabtu (11/8).

Retno menyampaikan, dari beberapa laporan  yang diterima KPAI, banyak sekolah mengalami keretakan hingga fondasi. Sehingga, berpotensi runtuh dan membahayakan anak-anak jika kelas-kelas tersebut dipergunakan untuk proses pembelajaran.  

"Gempa Lombok selama beberapa hari terakhir membuat ancaman baru bagi keberlangsungan proses pembelajaran di berbagai sekolah di Lombok," kata Retno.

Karena itu, kata Retno, KPAI mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan penilaian kelayakan bangunan sekolah. Penilaian kelayakan bangunan sekolah sangat penting bagi penyelenggaraan pendidikan darurat bagi anak-anak korban gempa. 

"Pemetaan dan penilaian kelayakan bagunan juga nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan rehab-rekonstruksi pascagempa," jelas dia.

Selain itu, Retno juga meminta Dinas Pendidikan dapat mengerahkan para kepala sekolah, pengawas, guru, dan pegawai agar dapat bekerja sama untuk memperbaharui data kerusakan sekolahnya masing-masing. Seperti jumlah ruang, kursi, meja yang layak pakai, data korban jiwa terkait warga sekolah dan menyusun rencana kegiatan pemulihan trauma atau trauma healing bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak setempat.

Menurut dia, Kemendikbud juga dapat  melibatkan Guru Garis Depan (GGD) dalam penyelenggaraan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) bagi siswa dan sekolah terdampak. Guru-guru yang tergabung dalam GGD harus diberikan pelatihan layanan psikososial yang nantinya dapat diimplementasikan di sekolah-sekolah terdampak. 

"GGD juga diharapkan aktif dalam mengkampanye anak kembali ke sekolah. Kemdikbud juga harus memastikan penyelenggaraan sekolah darurat pasca tanggap darurat di Lombok, mengingat hak atas pendidikan harus tetap dipenuhi Negara dalam keadaan darurat sekalipun," kata Retno.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement