Salah satu pelajaran berharga diajarkan oleh sosok pendahulu dari KH Ahmad Dahlan, Ki Bagus Hadikusimo, hingga AR Fachruddin. Bahkan, Amien Rais sangat perlu dihargai jasanya dengan memilih berhenti menjadi ketua PP Muhammadiyah saat mendirikan partai politik. Salah konsepnya kala itu yang terkenal adalah politik garam (high politic).
Maka, jabatan yang didapat Amien Rais sebagai ketua PP Muhammadiyah pada awal dekade 90-an ditinggalkannya dengan sadar dan ringan hati. Padahal, dalam arena Muktamar Muhammadiyah kala itu, Amien mendapat dukungan suara yang hampir mutlak. Hingga kini, belum ada ketua umum PP Muhammadiyah yang terpilih di muktamar semutlak dukungan suara kepada Amien Rais saat itu.
Tapi, itulah Muhammadiyah. Namun, untuk makin mengenal seperti apa kiprah Muhammadiyah ketika terserempret soal masalah jabatan kekuasaan politik, sebaiknya mengacu pada sosok salah satu legeda Muhammadiyah: KH AR Fachruddin. Kisah ini dicuplik dari tulisan Saefudin Simon, mantan jurnalis Republika yang pernah tinggal serumah dua tahun lamanya dengan AR Fachruddin.
Kala itu Simon pada awal 80-an indekos di rumah Pak AR (kini kantor PP Muhammadiyah di Jogja) selama dua tahun lamanya untuk kuliah di Fakiltas Teknik Nuklir UGM. Dia menuliskan kesaksian tentang sosok dan gaya Pak AR dalam mengemudikan Muhammadiah dengan jenaka.