Kamis 09 Aug 2018 08:49 WIB

BMKG Ungkap Alasan Ilmiah Gempa Susulan Terus Guncang Lombok

Gempa susulan di Lombok telah tercatat mencapai lebih dari 300 kali.

Red: Nur Aini
Kondisi rumah yang rusak  akibat gempa  di kecamatan pemenang, Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kondisi rumah yang rusak akibat gempa di kecamatan pemenang, Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK -- Gempa susulan masih dirasakan masyarakat Lombok setelah gempa berkekuatan 7,0 SR pada Ahad (5/8). Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan secara ilmiah kepada masyarakat Mataram, Lombok, bagaimana proses gempa susulan terus terjadi.

"Gempa di Lombok kali ini adalah siklus 200 tahunan dari patahan Flores, energi terkuat telah selesai," kata Dwikorita di Mataram, Lombok, Kamis (9/8).

Ia menyebutkan titik gempa terkuat berada di Lombok Utara dan Lombok Timur, kemudian muncul titik di Mataram. Menurutnya, Pulau Lombok berdekatan dengan batu bumi yang patah dan disebut sebagai Sesar Flores.

Bentang patah sesar Flores tersebut dari Bali hingga utara Laut Flores. Ketika patah terjadi akan memunculkan energi yang sangat besar. Patahan terbesar muncul pada 200 tahun silam dan kali ini pengulangan kembali.

Energi tersebut keluar secara berangsur dengan dua kali energinya memiliki efek merusak di Lombok. Daya kekuatan energi tersebut akan terus terasa setelah titik puncaknya, yang biasa disebut gempa susulan.

Berdasarkan data dari BMKG, titik energi terbesar telah keluar pada Ahad (5/8) yang menyebabkan getaran hingga 7,0 SR. Setelah kejadian energi besar tersebut lazim masih menyisakan energi yang kecil, namun kecil kemungkinan untuk besar kembali.

"Justru akan sangat berbahaya jika setelah gempa besar terjadi namun tidak ada gempa susulan kecil setelahnya, berarti masih ada potensi energi besar," ujarnya.

Menurutnya, titik puncak getaran gempa dan potensi tsunami sudah terlewati. Sehingga yang muncul hanya getaran gempa susulan yang semakin mengecil. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat telah terjadi sebanyak 344 kali gempa di Lombok sampai Kamis pagi.

"Telah terjadi 344 kali gempa, 17 kali diantaranya bisa dirasakan manusia," kata Dwikorita.

Ia menjelaskan gempa yang dapat dirasakan manusia jika memiliki kekuatan 3,0 SR ke atas. Sedangkan di bawah besaran tersebut hanya bisa dirasakan oleh alat sensor dan beberapa hewan.

Ia mengatakan gempa susulan yang terjadi di Lombok kekuatannya semakin melemah dan tidak berdampak merusak. Ia menginformasikan kepada seluruh masyarakat Lombok diperbolehkan untuk kembali ke rumah masing-masing. Sensor-sensor pendeteksi gempa sudah menunjukkan angka yang wajar untuk patahan yang berada di laut Flores.

Sementara itu, proses evakuasi wisatawan asing dan penduduk lokal di Gili Trawangan, Gili Meno, serta Gili Air yang terdampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) telah selesai dilakukan pada Selasa (7/8) pukul 15.00 WIB. Namun, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut ketiga gili tersebut tidak sepenuhnya kosong.

Evakuasi di ketiga Gili tersebut telah memindahkan sebanyak 8.381 orang. Namun, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho belum memiliki data terkait jumlah warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA).

"Semuanya 8.381 atas keinginan mereka bukan perintah dari pemerintah untuk mengosongkan tiga pulau," ujar Sutopo dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (8/8).

Ia mengatakan dari jumlah tersebut yang dievakuasi merupakan wisatawan asing, wisatawan lokal, pengelola wisata, serta penduduk setempat. Sutopo memastikan, sebagian besar merupakan wisatawan asing yang trauma dengan gempa dan khawatir adanya tsunami. Sebenarnya, kata dia, kawasan di tiga Gili itu aman untuk ditempati setelah gempa.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement