Senin 06 Aug 2018 09:59 WIB

Akses Air Minum Secara Nasional 72%, Sanitasi 76%

Program Pamsimas berupaya mengatasi kesenjangan tersebut.

Direktorat Jendral Pemerintah meluncurkan  31 kabupaten baru lokasi program Pamsimas.
Foto: Dok Pamsimas
Direktorat Jendral Pemerintah meluncurkan 31 kabupaten baru lokasi program Pamsimas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat (Pamsimas) terus dikembangkan. Direktorat Jendral Cipta Karya Kementerian PUPR meluncurkan  31 kabupaten baru lokasi program Pamsimas  di Sanur, Denpasar, Bali, Sabtu (4/8).

Peluncuran  yang dihadiri para bupati/perwakilan kabupaten (baru) Pamsimas, menandai dimulainya program Pamsimas di kabupaten tersebut. Siaran pers program Pamsimas yang diterima Republika.co.id, Senin (6/8) menyebutkan, tambahan lokasi baru ini menggenapkan lokasi Pamsimas sebelumnya sebanyak 365 kabupaten/11 kota dan telah memulai program sejak 2008. Sehingga,  total menjadi 396 kabupaten dan 11 kota di 33 provinsi di Indonesia.

Tambahan lokasi kabupaten baru  dimaksudkan untuk melakukan akselerasi dalam perwujudan Akses Universal 100 persen  akses aman air minum dan 100 persen  akses sanitasi layak pada akhir tahun 2019 (dikenal dengan “Akses Universal”), sebagaimana diamantkan dalam RPJMN 2015-2019.

Dirjen Cipta Karya Kementerian PUPR Danis H. Sumadilaga mengatakan,  saat ini secara nasional akses air minum baru sebesar 72 persen  dan sanitasi 76 persen.  “Dengan gap yang masih cukup besar untuk menuju 100 persen akses akhir tahun 2019, diperlukan strategi jitu dalam melakukan akselerasi,” kata Danis.

Danis yang baru saja ditunjuk menjadi dirjen mengaku sangat konsen dengan angka dan data. Ia  mengingatkan kepada bupati yang hadir perlunya memahami data.  “Di mana mata air atau sumber air baku berada, setelahnya baru bicara teknis bagaimana mendekatkan air tersebut kepada  masyarakat,” ujarnya.

 

Ia menambahakn, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dengan mempertimbangkan skala prioritas.  Pertama, menyediakan air di lokasi yang tidak ada air.  Kedua, kalau air sudah ada (mata air, atau sumber air baku), bagaimana mendekatkan air tersebut kepada masyarakat.

“Terkait data/angka, jangan hanya fokus pada jumlah desa sasaran, atau debit air yang dihasilkan, tetapi seberapa banyak jumlah masyarakat yang dapat mengakses air,” tuturnya.

Ia  menggambarkan, dalam kasus di Kabupaten Asmat (Papua), masyarakat sangat dan sangat  membutuhkan air bersih untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.  Curah hujan di sana besar, air sungai juga berlimpah.  Yang belum dilakukan adalah menampung air hujan atau memanfaatkan air sungai, untuk selanjutnya dilakukan pemrosesan dan didistribusikan ke masyarakat.

    

“Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan air, baik dalam skala nasional, regional, kota, kecamatan, dan bahkan pada skala desa melalui program Pamsimas,” paparnya.

Yang penting, kata dia,  program harus dikerjakan secara bersama-sama (lintas kementerian/lembaga) dan  ada sharing pendanaan dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Desa, dan melibatkan pihak swasta/korporasi melalui dana CRS, serta dalam pelaksanaan melibatkan masyarakat melalui proses pemberdayaan.

Danis menegaskan, ibarat tinju, Pamsimas sudah pada posisi “injuri time”.  Karena itu perlu dilakukan evaluasi dan usaha-usaha untuk mengejar ketertinggalan, mengingat masih ada gap menuju akses 100 persen.  “Strategi, pendekatan serta prioritas program harus mengacu pada data,” ujar dirjen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement