REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun meyakini Prabowo Subianto pasti berpikir keras dalam menentukan calon wakil presiden yang akan bersanding dengannya di pilpres 2019. Ada dua nama yang digadang-gadang potensial mendampingi ketua umum Partai Gerindra tersebut, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Salim Segaf Al-Jufri.
Sementara itu, Prabowo tampak mempertimbangkan moral politik dalam menetapkan cawapresnya. Posisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang telah menjadi kawan setia Gerindra tak bisa dinafikkan.
"PAN kan pergi dan dapat posisi menteri, sementara PKS enggak mau dan memilih bersama Prabowo," ungkapnya.
Baca juga: Gerindra Bantah Jatah Cawapres Sudah Pasti untuk PKS
Ubedilah memandang faktor inilah yang membuat Prabowo merasa berat. Di lain sisi, Demokrat tidak bawa kertas kosong.
Demokrat membawa 10 persen suara hasil pilpres 2014. Modal tersebut membuat posisi tawar politik Demokrat cukup dipertimbangkan Prabowo.
"Itu yang membuat Prabowo sulit memutuskan keputusan," komentarnya.
Menilik sosok Salim dan AHY, Ubedilah menilai kedua tokoh tersebut memiliki kelebihan tersendiri. Andaikan mesin politik yang jadi pertimbangan maka Prabowo patut mempertimbangkan Salim.
"Kalau dana ya ada di AHY," ujarnya, Rabu (1/6).
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto didampingi putra Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Edhie Baskoro Yudhoyono di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (18/7).
Ada dua pertimbangan utama dan satu pertimbangan lain yang perlu diperhatikan Prabowo dalam memilih cawapres. Aspek mesin politik dan finansial harus menjadi pertimbangan utama bagi Prabowo.
Sebagai ilustrasi, Ubedilah mengatakan untuk pilpres dibutuhkan minimal Rp 7 triliun sampai Rp 15 triliun. Jika ingin optimal, dana yang harus disiapkan Rp 20 triliun.
Dana tersebut termasuk untuk biaya saksi dengan jumlah TPS lebih dari setengah juta. Dana saksi menyedot sekitar Rp 7,3 triliun. Belum lagi untuk biaya kampanye, biaya konsumsi, dan lain-lain. "Jadi butuh Rp 20 triliun kurang lebih kalau mau aman," kata dia.
Ubedilah mengatakan elektabilitas juga harus menjadi pertimbangan. Jika sudah yakin bahwa mesin politik akan bekerja dan tak ada masalah finansial maka Prabowo harus mengkalkulasi elektabilitas cawapresnya.
"Seberapa besar itu bisa memberikan insentif elektabilitas kepada Prabowo," ujarnya.
Partai-partai di koalisi oposisi sudah semestinya membuat semacam konsensus untuk memadukan dua kekuatan tersebut. Pembagian kekuasaan pun perlu dibahas jika salah satu dari Salim dan AHY dipilih sebagai cawapres.
Untuk membantu Prabowo menentukan cawapresnya, Ubedilah menyarankan elite partai pendukung duduk bersama dan berbicara secara terbuka. Dengan adanya keterbukaan, PKS dan Demokrat bisa jadi dapat menerima keputusan apapun yang akan diambil Prabowo terkait cawapresnya.
"Jadi harus jujur tanpa ada pengkhianatan di antara elite politik," kata Ubedilah.