REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami) enggan mengomentari ketentuan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan(Perdirjampelkes) terkait layanan kesehatan operasi katarak. Humas Perdami Gitalisa Andayani mengatakan, Perdami tidak mau memberi komentar terkait masalah ini karena ini masih menjadi polemik.
"Jadi, Perdami tidak mau memberikan komentar karena ini (perdirjampelkes) berbau politik," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (1/8).
Baca: Mulai Hari Ini, Fisioterapis tak Layani Pasien BPJS
Sebelumnya, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Budi Mohamad Arief mengklaim, secara umum berubah layanan operasi katarak tetap ditanggung. Ini dinyatakan dalam pasal 2 Perdirjampelkes. Kendati demikian, kata dia, yang membedakan adalah persyaratannya. Ia menyebutkan kalau dulu peserta JKN-KIS yang katarak dengan kejernihan penglihatan (visus) berapa pun masih dijamin.
"Sedangkan sekarang kalau visusnya lebih kecil dari 6/18 preoperatif silakan operasi. Sementara kalau visusnya masih baik dan tidak terganggu berdasarkan indikasi medis lain-lain, ini bukan menjadi prioritas," ujarnya saat konferensi pers mengenai Perdirjampelkes, di Jakarta Pusat, Senin (30/7).
Ia mengutip berdasarkan monitoring evaluasi dan efisiensi 2017, data operasi katarak mencapai Rp 2,65 triliun dan biaya ini lebih besar dibangingkan operasi gagal ginjal yang mencapai sekitar Rp 2,2 triliun.
"Padahal, katarak dalam kondisi tidak gawat darurat dibandingkan gagal ginjal yang gawat darurat," katanya.
Padahal, kata dia, BPJS Kesehatan diminta menjalankan amanah mensukseskan program JKN-KIS yang berkualitas namun tetap perlu kendali biaya. Sehingga kebijakan ini diambil dalam rangka efisiensi.