Kamis 26 Jul 2018 21:27 WIB

Pengamat: Demokrat Hanya Jadi Penonton Jika Paksakan AHY

Kepentingan politik Partai Demokrat disebut mengajukan AHY jadi cawapres.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Karta Raharja Ucu
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyapa wartawan sebelum melakukan pertemuan di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7).
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bersama dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyapa wartawan sebelum melakukan pertemuan di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Paramadina Toto Sugiarto menilai Partai Demokrat hanya akan jadi penonton dan tidak termasuk dalam koalisi, apabila terus memaksakan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres Prabowo Subianto. Usai bertemu dengan Prabowo, SBY juga menemui Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Rabu (25/7) malam. Pertemuan tersebut diyakini akan menjadi tarik menarik antara kedua partai dalam menentukan arah koalisi mereka dengan Partai Gerindra.

"Kepentingan politik Demokrat adalah mengajukan AHY jadi cawapres. Bagi Demokrat, tentu kalo AHY tidak diusung tidak akan all out mesin politiknya. Tidak akan bergerak cepat. Karena kepentingan politik yang tidak bisa diabaikan," ujar Toto kepada Republika.co.id, Rabu (25/7).

Untuk dapat menjadikan AHY sebagai cawapres bukan dengan Prabowo, Demokrat harus dapat menarik PAN dan PKS berkoalisi, karena dibatasi oleh syarat presidential threshold. "Alternatifnya adalah Demokrat membentuk koalisi dengan Gerindra, PKS, PAN. Atau ya hanya jadi penonton," kata Toto.

Sementara itu untuk cawapres Prabowo, masih belum dapat dipastikan karena koalisi masih sangat cair. Dari PAN ada kemungkinan Amien Rais juga dapat menjadi bakal cawapres, selain ketua umum PAN Zulkifli Hasan. Sedangkan dari PKS, ada sembilan tokoh yang dapat dipilih.

Kepentingan politik Demokrat adalah mengajukan AHY jadi cawapres.

Kendati begitu, dalam koalisi yang masih cair ini dapat memungkinkan banyak hal terjadi. Bisa jadi tokoh lain yang tidak memiliki elektabilitas tinggi dapat diusung sebagai capres atau cawapres.

Dalam hal ini, Prabowo dapat ditinggalkan ketiga parpol tersebut. Namun kemungkinan tersebut sangat kecil, karena hingga kini lawan Jokowi yang memiliki elektabilitas tinggi hanya Prabowo.

"Biasanya parpol beranggapan masih ada waktu untuk mendongkrak elektabilitas itu, tetapi sebenarnya faktanya selain Jokowi dan Prabowo kecil elektabilitasnya. Jadi seharusnya tetap Prabowo (capresnya) kalau ingin lebih mudah bekerjanya (kampanye)," tutur Toto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement