Kamis 26 Jul 2018 19:23 WIB

Saksi Korupsi Aceh Marathon Mangkir Dipanggil KPK

Enam saksi korupsi Aceh Marathin tidak memenuhi panggilan KPK.

Rep: Dian Fath R/ Red: Indira Rezkisari
Model asal Manado Fenny Steffy Burase usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Model asal Manado Fenny Steffy Burase usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tenaga Ahli Aceh Marathon, Fenny Steffy Burase tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (26/7). Sedianya mantan model yang juga aktif di ajang olahraga lari itu dijadwalkan pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus (DOK) Aceh tahun anggaran 2018.

"Pemeriksaan akan dijadwalkan ulang namun belum ditentukan waktunya," kata Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK Jakarta, Kamis (26/7). Selain Steffy, lima saksi lainnya dari unsur swasta juga tidak memenuhi panggilan KPK, yakni Apriyansyah, Akbar Velayati, Jason Utomo, Gigit Mawadah dan Danial Novianto. Sama seperti Steffy, KPK akan menjadwalkan pemeriksaan ulang untuk kelimanya.

Sebelumnya, usai diperiksa pada Rabu (18/7) pekan lalu, Steffy mengakui menerima aliran dana suap dari Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf. Diduga, uang itu berasal dari bancakan suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus (DOK) Aceh tahun anggaran 2018.

"Aliran dana itu memang ada, tapi Ibu Steffy sendiri tidak pernah tahu (asal) dana itu," kata Kuasa Hukum Steffy, Fahri Timur di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/7) malam. Selama hampir 12 jam pemeriksaan, kata Fahri, kliennya tersebut dicecar dengan 60 pertanyaan. Menurut Fahri, pertanyaan penyidik terkait hubungan Steffy dengan Irwandi serta aliran suap DOK Aceh

KPK sebelumnya menemukan indikasi bancakan yang dilakukan oleh Irwandi dan oknum pejabat di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota terhadap DOK Aceh tahun anggaran 2018. Lembaga antirasuah itu juga telah menahan Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf dan ajudannya Hendri Yuzal, Bupati Bener Meriah non-aktif Ahmadi, serta seorang pengusaha T Saiful Bahri.

Dari temuan awal, KPK menduga setiap anggaran untuk proyek yang dibiayai dari DOK Aceh dipotong 10 persen. Rinciannya, delapan persen untuk pejabat di tingkat provinsi dan dua persen di tingkat kabupaten/kota.

Pada tahun ini, Aceh mendapat alokasi dana otsus sebesar Rp 8,03 triliun. Pemberian dana otsus ini tertuang dalam UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018.

KPK menjerat Irwandi, Hendri dan Syaiful sebagai penerima suap dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan, Ahmadi sebagai pemberi dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tidak pidana korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement