Selasa 24 Jul 2018 21:15 WIB

Lahirnya UU Kepalangmerahan Kian Memantapkan Posisi PMI

Jusul Kalla memiliki andil besar terhadap lahirnya UU Kepalangmerahan

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Maman Sudiaman
Ketua Bidang Organisasi PMI Pusat, Sasongko Tedjo  menjelaskan tentang PMI saat melakukan  kunjungan ke kantor Republika, Jakarta, Selasa (24/7).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Ketua Bidang Organisasi PMI Pusat, Sasongko Tedjo menjelaskan tentang PMI saat melakukan kunjungan ke kantor Republika, Jakarta, Selasa (24/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Palang Merah Indonesia (PMI) boleh bernafas legas menyusul keluarnya Undang-Undang No 1 Tahun 2018 tentang Kepalangmerahan. Aturan hukum yang sudah dinanti selama belasan tahun itu pun akhirnya diharapkan mampu memantapkan keberadaan PMI.

 

Menurut Ketua Bidang Organisasi PMI Pusat Sasongko Tedjo, UU ini menyatakan, pihaknya merasa bersyukur UU Kepalangnmerahan sudah disahkan. Diakuinya, Ketua Umum PMI Jusuf Kalla memiliki andil besar atas lahirnya UU tersebut. Sebelumnya, Rancangan undang-undang (RUU) Kepalangmerahan disahkan menjadi UU oleh DPR pada 11 Desember 2017 lalu.

"Keberadaan undang-undang ini berdampak positif dan memantapkan (posisi) PMI," katanya saat kunjungan media ke kantor Harian Republika, di Jakarta Selatan, Selasa (24/7) sore. Posisi yang ia maksud seperti perlindungan relawan PMI.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Diseminasi PMI Pusat, Fajar Sumirat menyatakan, UU tersebut dibutuhkan  sebagai payung hukum untuk melakukan tindakan perlindungan kemanusiaan. Apalagi, kata dia, pihaknya menetapkan standar bahwa relawan PMI harus berada di lokasi bencana atau konflik dan melakukan tugas secepat mungkin.

Manajer Senior bidang Pengembangan Perhimpunan Nasional Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Ahmad Husein menambahkan, sebelum disahkan menjadi UU, RUU ini nasibnya terkatung-katung selama 15 tahun. Tak hanya Indonesia, kata dia, Laos juga negara di Asia Tenggara yang belum memiliki UU ini.

"Padahal, sebanyak 125 negara telah mengesahkan UU serupa," katanya.

Kini ia merasa bersyukur RUU ini telah disahkan.

Sementara itu Kepala Biro Humas PMI Pusat (Aulia Arriani) mengatakan, UU ini menjadi payung hukum PMI untuk bergerak karena sebelumnya sudah banyak kasus terjadi yaitu ketika relawan PMI masuk daerah bencana dan konflik namun dia tidak terlindungi.  "Jadi meski kami sudah memakai tanda palang merah sebagai tanda pengenal dan pelindung, tetapi banyak relawan (tidak terlindung) dan menjadi korban," katanya.

Karena itu, pihaknya menyambut baik di UU ini sudah menyebutkan klausul mengenai penggunaan lambang palang merah untuk melindungi para relawan. Selain itu, kata dia, dengan adanya UU ini maka sudah tidak boleh ada lagi yang bisa menggunakan lambang palang merah sembarangan."Hanya tenaga medis dan anggota palang merah atau bulan sabit yang bisa menggunakan lambang itu," katanya.

Di satu sisi, ia menyadari UU ini menjadi tugas berat pihaknya untuk mensosialisasikan ke oknum atau pihak yang masih menggunakan simbol palang merah.  "Jadi kalau masih ada yang masih pakai palang merah bisa diganti palang kuning atau hijau. Yang penting jangan palang merah," ujarnya seraya mengatakan, pelanggaran atas aturan ini ancaman hukumannya tidak main-main termasuk membayar denda hingga Rp 2 miliar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement