Kamis 19 Jul 2018 22:58 WIB

Median: Prabowo Siapkan Rencana Cadangan

Rico Marbun menilai, Prabowo tengah siapkan rencana cadangan untuk pilpres 2019.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir-akhir ini Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto rajin bergerilya melakukan konsolidasi dengan partai diluar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN). Terakhir Prabowo melakukan penjajakan dengan Partai Demokrat untuk bisa berkoalisi pada pemilihan presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Direktur eksekutif Median, Rico Marbun menilai apa yang tengah dilakukan oleh Prabowo adalah menyiapkan rencana cadangan. Menurutnya, faktor yang membuat Prabowo Subianto membuat rencana cadangan dan tidak menutup kemungkinan bakal menjadi rencana utama, karena mesin politik pasangan koalisinya, PKS dan PAN sedang tidak sehat. Jika kedua partai itu dalam keadaan baik-baik saja, Prabowo Subianto mustahil Prabowo terus bergerilya ke seluruh penjuru mata angin.

"Misalnya, konflik internal PKS antara Fahri Hamzah dengan Presiden PKS, Sohibul Iman sudah pada tahap penyidikan.Tentunya kondisi ini akan mengganggu kerja-kerja politik," ujar Rico saat dihubungi melalui sambungan telepon, Kamis (19/7).

Tidak hanya itu, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dengan Amien Rais juga memiliki berbedaan pandangan.  "Prabowo menyadari, apa yang sedang dialami oleh kedua partai pasangannya ini bisa menjadi ancaman. Artinya kondisi PKS dan PAN tidak menguntungkan bagi Prabowo dan Gerindra," katanya.

Maka dengan demikian, hal yang wajar apabila Prabowo kembali menimbang-nimbang berkoalisi dengan partai politik lain. Salah satunya dengan melakukan menjalin komunikasi dengan Partai Demokrat yang memang belum menentukan arah pada Pilpres 2019 mendatang. Bahkan, tidak hanya dengan partai politik, tapi juga dengan organisasi masyarakat Nadhlatul Ulama (NU).

"Ada dua keuntungan sekaligus, jika Prabowo melakukan lobi ke seluruh penjuru mata angin dari NU, PDI Perjuangan, Demokrat, itu merepresentasikan kelompok politik dan kelompok ideologi masing-masing. Karena Gerindra itu politik Islam kanan, sekarang mereka ingin ke tengah, bahkan nanti ke kiri," ujar Rico.

Apalagi, kata Rico, sebenarnya Partai Demokrat dan PDI Perjuangan juga pernah memiliki hubungan spesial. Pada Pilpres 2014 silam pasangan Prabowo, Hatta Rajasa adalah besan dari SBY, sehingga sejatinya Prabowo mendapatkan dukungan dari Partai Demokrat kala itu. Sementara dengan PDI Perjuangan, adalah sekutu lama, dan pada tahun 2009 silam Prabowo berpasangan dengan Megawati Soekarnoputri. Beberapa hari lalu, Prabowo sempat bertemu dengan elit politik PDI Perjuangan sekaligus putri dari Megawati Soekarnoputri.

"Jadi saya kira itu bukan sesuatu yang mengejutkan mereka bukan orang asing. Mereka pernah memiliki hubungan yang kini dicoba dihubungkan lagi sebagai rencana cadangan," terang Rico.

Namun, sambung Rico, bagi PKS adalah harga mati dan terkesan mati langka. Sebab PKS sangat sulit apabila harus mendukung Joko Widodo, tapi yang bisa dilakukan adalah mengikuti jejak Prabowo. Maka artinya, mereka bersama PAN harus membuat saluran baru, atau membangun poros ketiga yang sempat mustahil pasca Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menegaskan dukungannya kepada Joko Widodo. Namun PKS dan PAN memiliki secercah harapan, jika Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi ambang batas pencalonan presiden.

"Koalisi bagi PKS ini harga mati tapi tentu untuk Pak Prabowo prinsip pertama kalau maju kan untuk menang. Tapi kalau PKS dan PAN berani untuk mencoba menggagas poros baru atau poros ketiga itu akan lebih baik bagi PKS dan PAN," jelas Rico.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement